Kamis, 22 Oktober 2009

tafsir ibnu taimiyyah

TAFSIR IBN TAIMIYYAH

A. Pendahuluan
Tafsir sebagai penjelasan maksud al-Quran niscaya dari tiga sisi: Allah SWT sebagai shohibul Qoul (Yang Berfirman), Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah, dan manusia yang kepadanya firman Allah ditujukan. Allah SWT adalah penafsir utama. Dialah yang mengetahui maksud firmanNya . Melalui lisan Rasul SAW disampaikan oleh Allah maksud dari firman-firmanNya. Karena itu dalam pergaulan manusia, Rasulullah dianggap sebagai penafsir pertama. Sepeninggal Rasulullah SAW tugas menyampaikan penafsiran beralih tangan kepada para sahabat, dan terus bersambung dari generasi ke generasi. Keyakinan bahwa al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia sepanjang masa mendorong lahirnya berbagai karya tafsir di setiap generasi manusia, Dan salah satunya adalah Ibn Taimiyyah (1263-1328 M) yang turut mengambil peran menafsirkan al-Quran. Makalah ini akan membahas penafsiran tersebut dengan melihat dari setting biografis sang pengarang, serta deskripsi karya tafsirnya.

B. Mengenal Ibn Taimiyyah

1. Riwayat Hidup
Taqqiyuddin Abul Abbas Ahmad ibn Abdul Halim Muhammad ibn Taimiyyah al-Harrani, popular dengan nama Ibn Taimiyah, lahir pada 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H di Harran dekat Damaskus, Syria. Ayahnya Syaikh Shihabuddin guru di Masjid Damaskus dan kakeknya Majduddin, Imam Fiqih Hanbali pada masanya. Keluarganya hijrah ke Damaskus ketika ia berusia tujuh tahun, karena tentara Mongol menyerang Harran. Dalam usia kurang dari sepuluh tahun Ibn Taimiyyah telah hafal al-Quran. Ia mempelajari hadits, fiqih, seluk beluk bahasa, ilmu tafsir, dan aqidah. Pada usia 22 tahun, ia menggantikan ayahnya menjadi guru hadits di berbagai madrasah terkemuka di kota Damaskus dan memberikan pelajaran tafsir al-Quran setiap jumat di masjid Jami'. Pada tahun 691 H, ia melaksanakan ibadah haji dan kembali ke Damaskus dengan membawa karangan tentang manasik haji dan mengungkapkan beberapa bid'ah yang terjadi disana .
Ibn Taimiyah berusaha menghidupkan kembalai ajaran agama Islam. Ia mengkritik ahli fiqih, tasawwuf, madzhab-madzhab kalam dan aliran pemikiran lainnya dengan logika: kaum Muslimin generasi pertama megah, karena berpegang pada ajaran Islam dan menghormati al-Quran, sedangkan pada masanya kaum Muslimin lemah dan diabaikan, karena bergeser dari sumber Islam. Maka tugas utamanya berdakwah mengajak manusia kembali kepada al-Quran dan pemahaman kaum Muslimin generasi pertama. Sikap dan ucapnnya keras, sehingga ia sering keluar masuk penjara.
Ibn Taimiyah berpengaruh pada beberapa tokoh gerakan Islam semisal Syah Waliyullah, Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab (pendiri gerakan Wahabi di Saudi Arabia), Muhammad Abduh dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha. Pengaruh itu pada mulanya terbatas pada murid-murid terdekat, akan tetapi dalam jangka panjang meresap ke dalam tubuh orang-orang yang menekuni bidang keagamaan pada abad ke 12 H/18 M. Gerakan Wahabi merupakan manifestasi yang paling terorganisasi dari pemikiran-pemikirannya. Sekalipun demikian, gerakan ini tidak sepenuhnya merupakan duplikat pikiran Ibn Timiyah. Jadi gagasan menghidupkan kembali semangat ijtihad di kalangan para ulama Islam merupakan ide pokok Ibn Taimiyah yang menggugah para pendiri organisasi tersebut. Ibn Taimiyah wafat pada tanggal 20 Dulqaidah 728 H/26 September 1328 M.

2. Karya-karya yang Lain
Selain Tafsir Ibn Taimiyah, ia juga menulis mengenai hampir setiap aspek Islam hinggga mencapai 500 judul. Hal ini menunjukkan bahwa ia sangat aktif sekali dalam hal tulis menulis. Berikut diantara karya-karyanya tersebut:
Bidang Aqidah: Al-Aqidah al-Hamawiyyah al-Kubra, Bayan Mujmal 'an ahlil Jannah wan Nar, al-jawab al-Sahih liman Baddala Din al-Masih, Kitab al-Nubuwwah, Al Karam 'ala Haqiqah al-Islam wa al-Iman, Rislah fi al-Qada' wal qadar, Risalah al-Jihad, sebuah kitab yang ditulis untuk mengajak kaum Muslimin memerangi orang Mongol, Tafsil al-Ijmalfi ma yajibu lillah min sifat al-Kamal, al-Wasitan bayn al-Khalq wa al-Haqq yang membahas dasar-dasar iman dan sanggahan tentang perlunya perantara di antara manusia dengan Allah.
Bidang Fiqih: Majmu' rasail al-Kubra, Majmu' al-fatawa, Jawami' al-Kalim al-Tayyib fi al-'Adiyyah wa al-Zikr, majmu' Rasail Ibn Taimiyah, al-Masail al-Fiqhiyyah, al-Madzhab al-Wadih fi Masalatil Jawaiz, sebuah studi mengenai hokum ganti rugi apabila sesuatu yang tertera di dalam sebuah kontrak hilang sebelum diserahkan kepada pihak kedua, Qaidah Jalilah fi al-Tawassul wa al-Wasilah, al-Qiyas bi Syar' al-Islam, Qaidah fi al-Ibadah, Risalah fi Sunnah al-jumuah.
Bidang Tafsir:, Tafsir Surat al-Ikhlas, Tafsir Surat al-Kautsar, Muqaddimah di Usul al-Tafsir.
Bidang Hadits: Arba'un Haditsan Riwayah Ibn Taimiyah, al-Abd al-Awwali, Risalah fi syarh Hadits Abu Zar.
Bidang Tasawwuf: Rislah fi al-Suluk, Qaidah fi al-Sabr, Qaidah fi al-Radd 'ala al-Ghazali fi Mas'alah al-Tawkkul, Al-Sufiiyah wal Fuqarra.
Bidang filsafat: Al-Radd ala falsafah Ibn Rusyd al-Hafidi, Nasihah al-Iman fi al-radda ala Mantiq al-yunan kitab yang ditulis bertujuan membersihkan pikiran dari ide bahwa pengetahuan yang sejati hanya dapat dicapai melalui logika.
Bidang Politik: Al-Siyasah al-syar'iyyah fi islah al-ra'I wa al-Ra'iyyah, al-Hisbah fi al-Islam, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Naqd Kalam al-syiah wal Qadariyyah, Al-Ikhtiyyarat al-Ilmiyyah kitab yang mengandung diskusi-diskusi penting mengenai teori politik, terutama di bidang pengadilan.

C. Mengenal Tafsir Ibn Taimiyah
1. Sekilas tentang Tafsir Ibn Taimiyah
Tafsir Ibn Taimiyah secara keseluruhan dihimpun oleh Abdurrahman Muhammad Ibn Qasim al-Ashimi al-Najdi al-Hanbali dalam empat jilid. Tafsir tersebut dimuat dalam Majmu' Fatawa Syaikh al-Islam Ahmad Ibn Taimiyah jilid 14 sampai dengan 17. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1382 H, kurang lebih tahun 1961 M. Meliputi 64 surat dari 114 surat dalam al-Quran . Ayat-ayat dalam surat tersebut tidak seluruhnya ditafsirkan satu demi satu. Ibn Taimiyah sengaja tidak menafsirkan seluruh isi al-Quran karena sebagian ayat al-Quran sudah jelas dan sebagiannya telah ditafsirkan ulama dalam sejumlah kitab. Ia membatasi penafsiran pada ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Misalnya ketika menafsirkan surat al-Fatihah, ia mula-mula menjelaskan gambaran umum surat tersebut dengan mengutip hadits Nabi SAW riwayat Muslim. Pembahasan selanjutnya dibagi-bagi dalam beberapa pasal dengan mula-mula difokuskan pada ayat yang dipandang sentral dalam surat itu, kemudian kembali ke ayat yang permulaan, diikuti dengan pasal tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah. Disitu dibahas hakikat manusia, keterbatasan manusia dan kehendak Allah kepada hamba-Nya. Ibn Taimiyah menerapkan langkah serupa ketika menfsirkan surat kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.

2. Karakterisik Penafsiran Tafsir Ibn Taimiyyah
Dalam menafsirkan al-Quran di kitab tafsirnya tersebut, Ibn Taimiyah menggunakan sumber penafsiran yang bersumber dari riwayah (naql) dan ra'yu (aql) secara harmonis. Ibn Taimiyah tidak sibuk dengan pelik-pelik i'rab dan persoalan-persoalan kebahasaan pada umumnya, kecuali untuk menegaskan maknanya atau untuk menarjihkan makna yang sesuai dengan maksud ayat. Ia mencurahkan perhatian pada ikhitiar menemukan solusi al-Quran terhadap persoalan yang dihadapi di lingkungannya. Untuk itu terkadang ia menghimpun berbagai ayat yang tersebar dalam al-Quran mengenai suatu persoalan tertentu dan menghadirkan sejumlah hadits yang menjelaskan persoalan tersebut, mengutip nash-nash dari ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi'in yang diperlukan untuk mengupas tuntas persoalan tersebut. Oleh sebab itu cara yang ditempuh oleh Ibn Taimiyah ini merupakan Langkah penafsiran maudlu'i atau tematik.
Tafsir Ibn Taimiyah menurut istilah sekarang juga termasuk dalam kelompok tafsir yang bercorak sastra budaya kemasyrakatan dengan ciri menjelaskan petunjuk ayat al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunujuk ayat-ayat, dengan mengemukakannya dalam bahasa yang mudah dimengerti.

Berikut diantara ciri pokok tafsir Ibn Taimiyah:
a. Memandang satu surat sebagai satu kesatuan yang serasi dan utuh.
Ketika menafsirkan surat al-Fatihah msalnya, ia lebih dahulu menjelaskan kedudukan surat tersebut sebagai ummul kitab (induk kitab), Fatihatul kitab (pembukaan kitab), al-sabu' minal masani (tujuh yang diulang-ulang), al-syafiyyah (Penyembuh), al-wajibah fi al-salawat (yang wajib dalam sholat), al-Kafiyyah (yang mencukupi). Ia kemudian menjelaskan keutamaannya dalm al-Quran, pokok-pokok kandungannya dan memfokuskan perhatian ada bagian atau ayat-ayat yang dipandang memerlukan penafsiran lebih lanjut, dan menjelaskan kaitan ayat yang satu dengan yang lain.

b. Menafsirkan ayat al-Quran dengan al-Quran
Ibn Taimiyah konsisten dengan pandangannnya bahwa sebaik-baik cara menafsirkan adalah menafsirkan al-Quran dengan al-Quran. Jetika menafsirkan ayat: ihdina al-shirat al-mustaqim, misalnya ia mengutip sejumlah ayat al-Quran yang memuat lafal hidayah dan shirat al-mustaqim seperti pada QS. Al-An'am:153, QS. Al-Fath:1-3 dan juga QS. Al-Shaffat:117-118.

c. Menafsirkan ayat al-Quran dengan hadits Nabi dan perkataan sahabat
Ketika menafsirkan surat al-Ikhlas, Ibn taimiyah mengutip puluhan hadits dan perkataaan sahabat, baik yang menjelaskan sebab atau latar belakang turunnya surat tersebut makna lafal-lafal yang terkandung di dalamnya. Diantara riwayat hadits tersebut adalah: Diriwayatkan dari Ibn 'Abbas bahwa Amir Ibn Tufail berkata pada nabi, " Kepada apa engkau menyeru kami Hai Muhammad?". Nabi menjawab, "kepada Allah". Amir Ibn Tufail berkata kembali, " Terangkan padaku, apakah ia dari emas, atau dari perak, ataukah dari besi?". Maka turunlah surat itu.

d. Sangat teliti dalam memahami redaksi ayat dan lafal-lafalnya
Ketika menafsirkan surat al-Ikhlas, Ibn Taimiyah menjelaskan perbedaan penggunaan lafal ahad tanpa alif-lam dan al-samad yang menggunakan alif-lam. Untuk memperoleh makna yang komprehensif atas lafal al-samad, Ibn Taimiyah menghadirkan sejumlah pemahaman ulama salaf kalangan sahabat dan tabiin serta ahli bahasa. Al-samad artinya sesuatu yang tak berongga, tak bercela; tuan yang padanya disandarkan kebutuhan-kebutuhan; yang sempurna lagi tinggi kedudukanNya; yang dimintai pertolongan dalam bencana; yang tak membutuhkan kepada seorang tetapi tiap-tiap orang membutuhkan-Nya.

e. Menggunakan akal secara kritis dalam menyimpulkan pesan al-Quran
Ketika menafsirkan ayat: iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'inu (hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan), Ibn Taimiyah menyimpulkan bahwa manusia terbagi menjadi empat golongan. Pertama, manusia yang melaksanakan ibadah dan isti'anah. Kedua, manusia yang melaksanakan ibadah kepada Allah, tetapi tidak meminta pertolongan dan tidak bertawakkal kepada-Nya. Ketiga, manusia yang meminta pertolongan kepada Allah, tetapi tidak beribadah kepada-Nya. Keempat, manusia yang tidak menyembah Allah dan tidak meminta pertolongan kepadaNya, padahal Ia telah menciptakan, memberi rizki, dan melimpahkan karunia kesehatan kepadanya.

D. Kesimpulan
Dalam kitab Tafsir Ibn Taimiyyah ini, Ibn Taimiyyah berusaha menyelaraskan akal dan al-Quran, dan menghilangkan pertentangan antara keduanya. Fungsi akal adalah untuk memahami apa yang dimuat dalam al-Quran. Akal hanya diberi wewenang untuk memikirkan bukti-bukti dan dalil-dalil tersebut. Satu-satunya pedoman untuk menghukumi hanyalah al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Dalam langkah penafsirannya, Ibn Taimiyyah menggunakan corak sastra budaya kemasyrakatan dengan ciri menjelaskan petunjuk ayat al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunujuk ayat-ayat, dengan mengemukakannya dalam bahasa yang mudah dimengerti. Ia mencurahkan perhatian pada ikhitiar menemukan solusi al-Quran terhadap persoalan yang digadapi di lingkungannya. Untuk itu terkadang ia menghimpun berbagai ayat yang tersebar dalam al-Quran mengenai suatu persoalan tertentu dan menghadirkan sejumlah hadits yang menjelaskan persoalan tersebut, mengutip nash-nash dari ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi'in yang diperlukan untuk mengupas tuntas persoalan tersebut. Oleh sebab itu cara yang ditempuh oleh Ibn Taimiyah ini merupakan penafsiran maudlu'i atau tematik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar