Sabtu, 15 Juli 2023

PENYULUHAN DI RUMAH TAHFIDH INDONESIA SEJAHTERA DENGAN PEMBELAJARAN TAHFIDH AL QUR’AN

 PENDAHULUAN

Al-Qur’an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada ummat manusia dalam menempuh perjalanan hidupnya. Tentunya petunjuk agar selamat di dunia dan akhirat. Allah SWT. Menegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 9 :

اِنَّ هٰذَا الْقُرْاٰنَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًاۙ

“Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar”

Selain membacanya, seorang muslim akan lebih baik jika menghafal dan mempelajari isi kandungan Al-Qur’an sebagai salah satu cara untuk tetap menjaga ajaran Islam hingga akhir Zaman. Didalam Al-Qur’an surat Al Hijr ayat 9 dijelaskan bahwa :

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

“ Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”.

Pendidikan Alquran seharusnya ditanamkan sejak dini yaitu melalui pembelajaran tahfidzul quran yang meliputi menghafal, mempelajari, dan mengaplikasikan isi dari al-quran. Dalam proses menghafal al-quran, hendaknya setiap orang memanfaatkan usia yang berharga, sebagaimana yang dilakukan oleh orang sholeh terdahulu dalam mengajarkan al quran pada anak anaknya, mereka melakukan sejak usia dini, sehingga banyak hafal al quran pada usia sebelum aqil baligh, imam syafi’I misalnya telah hafal al quran usia 10 tahun, begitupun ibnu sinna, seorang alim di bidang kedokteran.

Menghafal al-quran merupakan upaya mengakrabkan orang-orang yang beriman dengan kitab sucinya, sehingga ia tidak buta terhadap kitab sucinya7 sebab orang yang menghafalkan al quran merupakan salah satu hamba yang Abdullah di muka bumi. Mengapa al quran perlu di pelajari? Al quran adalah kalamullah (firman allah SWT), keutamaan nya atas segala perkataan seperti keutamaan allah SWT atas seluruh makhluk Nya. Membacanya adalah amalan yang paling utama dilakukan oleh lisan, tetapi perlu di ingat dan di garis bawahi janganlah kita menjadikan al quran cukup hanya sebatas dibaca dan didengarkan saja, karena al quran bukanlah dongeng orang-orang dahulu, melainkan al quran penerangan untuk kita dan petunjuk serta pengajaran untuk kita bertaqwa mengabdi kepada Allah SWT dengan mengerjakan segala perintah Nya.

Dari alasan yang mendasar yang telah disebutkan maka menghafal al quran merupakan faktor penting dalam sejarah kehidupan manusia. Selain dari pada itu faedah dari mempelajari al-Qur’an ataupun menghafalkannya sungguh sangat luar biasa.

 

PROGRAM UNGGULAN PENYULUHAN

 

1.    Membangun Mental serta Karakter Islami Santri

 

    Setiap individu baik yang telah dewasa maupun anak-anak telah memiliki sifat dan karakter bawaan sejak lahir, jika tidak diarahkan maka mereka akan menjadi pribadi yang semaunya tanpa aturan. Untuk itu setiap calon santri maupun santri yang belajar di Rumah Tahfiz Indonesia Sejahtera kami memiliki standar khusus, yakni berupa Pembentukan Mental dan Karakter Islami sebelum santri tersebut naik ke jenjang yang lebih tinggi, dalam hal ini menjadi penghafal Qur'an. Dengan harapan, jika karakter dan mental sudah terbentuk dengan baik, maka kedepannya akan menjadi pribadi yang baik dan dapat mengamalkan nilai luhur dari Al-Qur'an bukan semata-mata hanya dihafalkan. 

      Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 

menetapkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi 

warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2003)

      Pembentukan Karakter atau Character Building terdiri dari dua suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, 

aklak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Jadi Character Building merupakan suatu upaya untuk membangun dan membentuk akhlak dan budi pekerti seseorang menjadi baik (Megawangi R). 

      Dalam kegiatan sehari-hari, kami melakukan berbagai aktivitas yang menunjang pembentukan karakter santri. Dimulai dari pembiasaan bangun sebelum shubuh untuk Tahajjud bersama, dilanjutkan sholat shubuh berjamaah kemudian membaca Al-Qur'an diikuti dengan pelajaran seperti Aqidah Akhlaq, Fiqh dan sebagainya. Santri di Rumah Tahfiz kami juga tidak melupakan pendidikan formal di sekolah-sekolah Negeri yang telah kami daftarkan. Untuk lebih lanjut mengenai program, akan kami bahas di bagian Kegiatan SSantriQur'an

 

2.      Menghapus Buta Aksara Qur'an

 

    Setelah santri mendapatkan pembelajaran Character Building, kami membuat Timeline secara terjadwal untuk mereka belajar membaca Al-Qur'an. Perlu diketahui, tidak semua santri yang masuk ke Rumah Tahfiz ini sudah lancar, banyak dari anak-anak tersebut yang masih sama sekali belum bisa membaca Al-Qur'an bahkan kenal dengan huruf Hijaiyah. Kami memakai metode IQRA yang memiliki keunggulan sebagai berikut

a.  Metode belajar CBSA (cara Belajar Santri Aktif) yang memungkinkan Anda untuk aktif membaca, menulis, dan berlatih. Ustdz atau ustadzah bertindak sebagai fasilitator yang bertugas untuk membenarkan dan menegur kesalahan yang dibuat.

b.  Penyajian dalam bentuk klasikal dengan memanfaatkan buku panduan praktis belajar baca tulis Al-Qur’an. Jadi satu materi habis dalam satu kali tatap muka.

c.  Waktu belajar 60 menit hingga 90 menit. Waktu yang tidak terlampau lama memungkinkan santri tidak cepat bosan dan belajar dengan ringan.

d.  Membiasakan santri untuk gemar membaca Al-Qur’an agar membaca Al-Qur’an menjadi kebiasaan.

e.  Metode Iqro yang mudah diikuti berupaya untuk memberantas buta aksara Arab khususnya untuk Kitab Al-Qur’an pada umat Islam.

 

Setelah santri menyelesaikan pembelajaran Iqro, santri akan mendapatkan pelajaran Al-Qur'an dan Tahsin. Tentunya dengan tetap mengajarkan Teori-teori Tajwid. 

 

3.      Tahap Menghafal Al-Qur'an

      Santri di Pondok Tahfiz Indonesia Sejahtera dimulai dari usia 6 tahun hingga 18 tahun, seluruh santri diwajibkan untuk tinggal menetap dalam rumah tahfiz dan mengikuti seluruh kegiatan rutin sesuai jadwal yang telah dibuat. Santri juga tidak hanya berfokus pada kegiatan hafalan quran, tetapi tetap bersekolah formal. 

      Dengan diwajibkannya santri menetap dalam rumah tahfiz maka lebih mudah bagi kami untuk dapat mencetak generasi Qur'ani yang fasih, mengerti isi pokok dan kandungan Al-Qur'an. Sehingga diharapkan mereka dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

      Tahap-tahap menghafal yang diberlakukan yakni


  •  Metode Penghafalan Al-Qur'an

      Dalam proses belajar mengajar menghafal Al-Qur'an tidaklah sama dan semudah mengajar pelajaran yang lain. Oleh karena itu  digunkanlah berbagai metode di dalam belajar dan mengajar menghafal Al Qur'an yang antara lain:


a. Metode Musyafahah (Face to Face).

    Pada metode ini, santri berhadapan langsung dengan pengajar untuk membaca Al-       Qur'an. Ada     tiga cara dalam penerapan metode ini, yaitu :

  1. Guru membaca kemudian santri mendengarkan, begitu pula sebaliknya
  2. Guru membaca dan santri hanya mendengarkan
  3. Santri membaca, guru yang mendengarkan

b. Metode Resitasi

    Pada metode ini pengajar memberi tugas kepada santri untuk menghafal beberapa ayat atau                halaman sampai hafal sempurna, kemudian santri menyetorkan hafalannya di hadapan pengajar. 

c.         c. Metode Takrir

Santri mengulang–ulang hafalan yang ia peroleh, kemudian membaca hafalannya di hadapan pengajar.

d.         d. Metode Mudarrosah

Semua santri menghafal secara bergantian dan berurutan secara bergantian dan yang lain mendengarkan/menyimaknya. Dalam prakteknya mudarosah ini ada tiga cara, yakni;

1.  Mudarrosah Ayatan yaitu seorang santri membaca satu ayat kemudian diteruskan santri lainnya.

2.  Mudarrosah Per-halaman (pojokan) yaitu seorang sanrti membaca satu halaman kemudian dilanjutkan oleh santri lainnya.

3.  Mudarrosah Perempatan (seperempat juz) yaitu setiap antri membaca seperempat juz atau 5 halaman, kemudian di teruskan oleh santri lainnya. Dan apabila telah lancar betul dapat dilanjutkan mudarrosah setengah juz dan seterusnya.

e.          e. Metode Test:

Metode ini digunakan untuk mengetahui ketepatan dan kelancaran hafalan santri dengan setor hafalan kepada seorang kyai atau yang ditunjuk sebagai team penguji. 


  •  Keunggulan Rumah Tahfiz Indonesia Sejahtera

    Pada dasarnya tujuan dari pendirian Rumah Tahfiz Indonesia Sejahtera yakni sebagai wadah pencetak generasi Qur'ani yang mampu menghafal dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur'an dalam kehidupan bermasyarakat. Karena sasaran utama dari rumah tahfiz adalah Anak yang hidup di kolong jembatan, tunawisma dan yatim piatu. Adapun keunggulan dari Rumah Tahfiz kami, diantara lain;

·       Biaya pendidikan 100% Gratis

·       Peningkatan Life Skill dan Character Building

·       Pemberian santunan bulanan kepada seluruh santri

·       Pengadaan pakaian, buku dan peralatan sekolah

·       Kegiatan lain di luar belajar mengajar, yakni berupa rekreasi/rihlah rutin

Minggu, 14 Agustus 2011

permohonan bantuan untuk rumah tahfidh

No : 05/01/PPTQ RU/XXV/2011 Jakarta, 25 Mei 2011
Lampiran : 1 (satu ) berkas
Perihal : Permohonan Bantuan

Kepada Yang Terhormat :

Di
Tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat, mengingat begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan masyarakat, kami selalu berusaha tafa’ul dalam meningkatkan mutu para santri dalam kehidupan masyarakat. Salah satu aktifitas pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum adalah bergerak dibidang tahfidhul Qur’an dan pendidikan formal dan non formal.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk dapat merealisasikan hal tersebut diperlukan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Oleh karena itu, kami segenap pengurus pondok pesantren Tahfidhul Qur’an raudlatul Ulum dengan segala kerendahan hati memohon kepada bapak untuk dapat memberikan bantuan guna pengadaan sarana dan prasarana pendidikan tersebut di atas.
Bersama ini kami lampirkan :
1. Proposal permohonan bantuan
2. Profil pondok pesantren Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum.
3. Susunan Pengurus pondok pesantren
4. Anggaran dana
5. Aktifitas pondok pesantren
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya diucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Menngetahui,
Pengasuh PPTQ Raudlatul Ulum


Drs. H. Joko Krismiyanto, SQ

PROPOSAL
PERMOHONAN BANTUAN SARANA DAN PRASARANA
PONDOK PESANTREN TAHFIDHUL QUR’AN (PPTQ) RAUDLATUL ULUM
I. Dasar Pemikiran
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi petunjuk dan sumber motivasi bagi orang-orang yang beriman dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Al-Qur’an merupakan petunjuk, karena ia menunjukkan hal-hal yang baik agar orang selamat dan bahagia, dan ia juga menunjukkan hal-hal yang buruk agar dapat dihindari, sehingga tidak celaka dan sengsara. Al-Qur’an juga merupakan sumber motivasi seperti dalam bentuk kisah-kisah yang mendorong orang untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk, karena perbuatan baik hasilnya baik, sedang perbuatan buruk akibatnya fatal.
Untuk melaksanakan nilai-nilai Al-Qur’an itu tidak cukup hanya memahaminya, tetapi harus membentuk kepribadian orang sejak dini. Kalau sudah dewasa orang baru mempelajari Al-Qur’an tidak susah memahaminya, tetapi susah melaksanakannya. Buktinya negeri ini dikenal sebagai negeri muslim karena mayoritas penduduknya muslim, tetapi perbuatan tercela yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup negeri ini ke masa depan, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tetap marak. Padahal Al-Qur’an pun sudah menceritakan kisah kehancuran yang dialami oleh bangsa Tsamud dan ‘Ad, antara lain karena maraknya perbuatan korupsi di kalangan mereka.
Karena itu, Al-Qur’an harus diajarkan termasuk menghapal kitab suci ini, kalau tidak bisa seluruhnya minimal sebagian sejak dini atau kecil, karena seperti kata pepatah yang juga sudah terkenal bahwa belajar di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu, sedang belajar setelah dewasa ini ibarat mengukir di atas air. Artinya kalau belajar pada waktu kecil akan menempel dalam akal dan hati sampai dewasa dan meninggal. Sedang belajar setelah dewasa ini mudah lupa dan hilang dari pikiran dan hati sehingga sulit melaksanakannya karena sudah terpengaruh oleh banyak hal di sekitarnya yang belum tentu baik.
Selama ini sudah ada lembaga Al-Qur’an semacam ini, tetapi terbatas di tempat-tempat tertentu, seperti pesantren dan madrasah tertentu, sehingga tidak dapat menjangkau anak-anak sebanyak-banyaknya. Akibatnya anak-anak yang masuk pesantren jauh lebih
sedikit, sedang anak-anak yang tidak masuk pesantren jauh lebih banyak. Mungkin ini sebabnya negeri ini mayoritas penduduknya muslim, tetapi sangat sedikit yang dapat melaksanakan nilai-nilai Al-Qur’an, sehingga perbuatan buruk seperti korupsi tetap marak di mana-mana.
Karena itu ada baiknya dipikirkan untuk mendirikan pesantren Al-Qur’an di mana-mana yang santrinya terbatas misalnya hanya 50 orang atau kurang dari itu. Mendirikan pesantren di mana-mana di kota seperti Jakarta misalnya di tiap kelurahan.
Di mana-mana di Jakarta sebenarnya sudah ada TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), tetapi biasanya tingkatannya hanya TK (Taman kanak-kanak), sehingga dalam prakteknya mereka lebih banyak bermain dan paling tinggi mereka belajar huruf Al-Qur’an), sehingga mereka belum sampai kepada penanaman nilai-nilai Al-Qur’an. Padahal justru itulah yang lebih penting dilaksanakan untuk menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an sejak dini.
Jadi, diperlukan pondok pesantren Al-Qur’an semacam pengembangan TPA. Kalau TPA adalah Taman Kanak-kanak, sedang pesantren ini untuk menampung anak-anak setingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas. Bahkan tempatnya bisa mengambil tempat TPA, karena TPA biasanya hanya digunakan beberapa jam sehari biasanya hanya jam 10 pagi. Setelah itu kosong, itu bisa digunakan oleh pesantren ini. Bisa juga bekerja sama dengan RT/RW dan kelurahan untuk memperoleh tempat yang diperlukan.
Sedang anak-anaknya diterima dari berbagai kalangan, seperti masyarakat yang berdekatan dengan pesantren ini. Bisa juga anak-anak yang kurang beruntung atau terlantar yang biasa ditangani oleh lembaga semacam Dompet Dhuafa dan Departemen Sosial.
Jadi, lembaga ini mempunyai tujuan yang beragam, yaitu ikut menangani masalah sosial yang memang itu kewajiban negara kepada warganya, juga untuk menyiapkan masyarakat DKI masa depan yang berwatak qur’ani dan mempunyai akhlakul karimah, yaitu masyarakat yang taat kepada agama dan bebas dari perbuatan korupsi.
II. Profil Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum
- Nama Pesantren : Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum
- Alamat : Jl. Danau Mahalona No. 38 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210
- Pengasuh : Drs. H. Joko Krismiyanto, SQ. MM
- Status : Swasta

- Tahun Berdiri : 2010
- Jumlah santri : 10 anak
a. Mukim : 4 anak
b. Tidak Mukim : 6 anak
III. Maksud Dan Tujuan
1. Melahirkan ulama - ulama handal yang dapat merespons perkembangan zaman
2. Mewujudkan ulama yang hafidz al-Qur’an.
3. Terlaksananya ajaran Al-qur’an yang disertai dengan penghayatan dan pengamalan dari seluruh ummah islam Indonesia yang berdasar pancasila dan UUD 1945, juga untuk menyiapkan masyarakat DKI masa depan yang berwatak qur’ani dan mempunyai akhlakul karimah, yaitu masyarakat yang taat kepada agama dan bebas dari perbuatan korupsi.
IV. Kegiatan Pendidikan
Model pendidikan yang diterapkan adalah:
- Membaca dan menghafal Al-qur’an dan ilmu-ilmu yang terkait
- Pendidikan Formal
- SD
- SMP
Non Formal
2) TPQ/TPA :
3) Madrasah Islamiyyah
4) Khitobah
5) Tilawatil Qur’an
6) Maulid
7) Keterampilan
8) Kursus Komputer





V. Metode Belajar Mengajar
Dalam mengajar menghafal Al-Qur'an tidaklah sama dan semudah mengajar pelajaran yang lain. Oleh karena itu digunkanlah berbagai metode di dalam belajar dan mengajar menghafal Al Qur'an yang antara lain:
1. Metode Musyafahah (Face to Face)
Pada prinsipnya metode ini bisa dilakukan melalui tiga cara:
a. Guru membaca, santri mendengarkan dan sebaliknya
b. Guru membaca dan santri hanya mendengarkan.
c. Santri membaca dan guru mendengarkan.
2. Metode Resitasi:
Guru memberi tugas kepada santri untuk menghafal beberapa ayat atau halaman sampai hafal betul, kemudian santri membaca halamannya di muka guru.
3. Metode Takrir:
Santri mengulang – ulang hafalan yang ia peroleh, kemudian membaca hafalannya di muka guru.
4. Metode Mudarrosah:
Semua santri menghafal secara bergantian dan berurutan secara bergantian dan yang lain mendengarkan/menyimaknya.
Dalam prakteknya mudarosah ini ada tiga cara;
a. Mudarrosah ayatan,
Yaitu seorang santri membaca satu ayat kemudian diteruskan santri lainnya.
b. Mudarrosah perhalaman (pojokan)
Yaitu seorang sanrti membaca satu halaman kemudian dilanjutkan oleh santri lainnya.
c. Mudarrosah perempatan (seperempat juz)
Yaitu setiap santri membaca seperempat juz atau 5 halaman, kemudian di teruskan oleh santri lainnya. Dan apabila telah lancar betul dapat dilanjutkan mudarrosah setengah juz/ dan seterusnya.



VI. Kurikulum Tahfidh
1. Qur’an yang digunakan untuk menghafal adalah Qur’an pojokan ; Qur’an yang satu juznya terdiri dari 20 halaman / 20 pojok
2. Jam kegiatan Tahfidh Al-Qur’an yang dicapai dalam setiap harinya
# Banyaknya jam yang dicapai perhari aktif :
Ba'da Sholat Subuh : 05.00 – 06.15 WIB
= Bagi santri yang sudah bisa membaca Alqur’an, santri menambah hafalan baru dan bin Nadhor (dengan melihat atau membaca Al-Qur’an secara tartil)
= Bagi santri yang belum bisa baca Al Quran, santri menambah hafalan baru, dengan di tuntún (Guru membaca santri mengikuti dan di ulang-ulang sampai benar-benar hafal) dan membaca Iqro’
Ba'da Sholat Magrib : 18.30 – 20.30 WIB
= Santri menambah hafalan baru dan murojaah ( mengulang Hafalan yang sudah di hafal)
3. Waktu Ba’da Sholat Shubuh digunakan untuk menambah hafalan baru, tambahan satu hari sebanyak 1 halaman atau setengah halaman
4. Waktu Ba’da Sholat Ashar digunakan untuk muroja’ah deresan dan melancarkan
5. Waktu Ba’da Sholah Magrib digunakan untuk muroja’ah deresan dan menambah hafalan baru.
6. Hafalan yang terawat baik adalah apabila hafalan yang telah dicapai dapat berputar (dimurojaah) dalam waktu dua minggu sekali
7. Untuk muroja’ah dapat juga ditukar sesuai dengan kesiapan santri, (Ashar Untuk hafalan yang lama dan magrib untuk hafalan yang berdekatan dengan hafalan baru )
8. Diusahakan santri bisa menambah setiap harinya baik setoran deresan, maupun setoran tambahan.
Dalam hal ini, santri Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum dengan metode yang kami terapkan tersebut dari santri mukim yang ada empat anak ( 3 Laki-laki, 1 perempuan), dalam jangka dua bulan setengah, anak sudah hafal Juz ‘amma, dan sekarang 2 anak di antaranya juz 29 sudah selesai. Di samping kegiatan menghafal, para santri juga belajar :


- Pendidikan umum ( formal ) dari tingkat SD/MI-SMP (masuk pagi),
- Pendidikan dan pengajaran di madrasah diniyyah ( masuk Sore). Di antaranya yang di ajarkan : fasholatan, tajwid, Ghorib & Musykilat, Doa-doa,tauhid, Akhlak dll.
VII. Sumber Dana
1. Dari Kas Yayasan
2. Donatur dari Simpatisan
3. Sumbangan yang Halal dan tidak Mengika
VIII. Anggaran Dana
Terlampir
IX. Penutup
Demikian proposal ini kami sampaikan, dengan pengharapan agar dapatlah kiranya bapak berkenan dan dapat menjadikan periksa, dengan harapan agar dapat menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak yang menaruh kepedulian terhadap upaya kami tersebut, sebelum dan sesudahnya kami haturkan terima kasih. Semoga Allah SWT. meridloi apa yang menjadi harapan kita bersama. Amien ya Robbal Alamien.
Jakarta, 25 Mei 2011


Ketua Sekretaris



MUHAIMIN KS MUHAMMAD MUNIR

Mengetahui,
Pengasuh PPTQ Raudlatul Ulum



Drs. H. Joko Krismiyanto, SQ

SUSUNAN PENGURUS
PONDOK PESANTREN TAHFIDHUL QUR’AN RAUDLATUL ULUM
PENGASUH/PENANGGUNG JAWAB : Drs. H. JOKO KRISMIYANTO. SQ.
PENASEHAT : KH. DR. SAID AQIL SIRAJ
: KH. MUNDZIR TAMAM, MA
: Prof. DR. H. NASARUDDIN UMAR, MA
KETUA I : MUHAIMIN KS
KETUA II : AHMAD SAIFULLAH MUNAWWIR
SEKRETARIS I : MUHAMMAD MUNIR
SEKRETARIS II : IMAM BAIHAQI
BENDAHARA I : FENI DWI JAYANINGRUM
DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
I. Departemen Pendidikan II. Departemen Perlengkapan
Muhammad Munji Wisnu Rama Wijaya
Intan Marta Kumalasari Ucok Singamangaraja T
Herman Maulana Najib Arifin

III. Departemen Kesehatan IV. Departemen Humas dan Dana
Subaedah Adi Fujaroma
Syamsiyah Heri Wibowo
Agustiar ZulFahmi Arnizam
Malikhatul M


ANGGARAN DANA
PONDOK PESANTERN TAHFIDZUL QUR’AN RAUDLOTUL ULUM
A. DANA FASILITAS PENDIDIKAN
NO URAIAN JUMLAH HARGA
SATUAN HARGA
KESATUAN
1 Computer 3 buah Rp.5.000.000,00 Rp.15.000.000,00
2 Whiteboard 3 buah Rp. 150.000,00 Rp. 450.000,00
3 Karpet 5 buah Rp. 750.000,00 Rp. 3.750.000,00
4 Perlengkapan tidur 10 santri Rp. 750.000,00 Rp. 3.750.000,00
5 Buku penunjang pesantren 50 buah Rp. 50.000,00 Rp. 2.500.000,00
6 Buku penunjang guru 8 guru Rp. 250.000,00 Rp. 2.000.000,00
7 Qur’an 20 buah Rp. 50.000,00 Rp. 1.000.000,00
8 Sound System 1 buah Rp.2.500.000,00 Rp. 2.500.000,00
9 Printer 2 buah Rp.1.000.000,00 Rp. 2.000.000,00
10 Meja guru 4 buah Rp. 500.000,00 Rp. 2.000.000,00
11 Peralatan kesenian 1 set Rp.5.000.000,00 Rp. 5.000.000,00
12 Lemari buku pesantren 2 buah Rp.1.000.000,00 Rp. 2.000.000,00
13 Lemari buku santri 4 buah Rp. 200.000,00 Rp. 800.000,00
14 Meja belajar santri 4 buah Rp 125.000,00 Rp. 500.000,00
JUMLAH Rp.43.250.000,00

B. DANA KEBUTUHAN POKOK
NO URAIAN JUMLAH
1
2
3
4
5
6 Konsumsi pesantren:10 anak x @ Rp.30.000,00 x 1 bulan
Perlengkapan mandi:10 anak x @ Rp.100.000,00/bulan
Uang saku sekolah: 10 anak x @ Rp. 3000,00 x 1 bulan
Perlengkapan sekolah:10 anak x @Rp. 150.000,00/bulan
Perlengkapan tulis pesantren/bulan
Fee guru: 8 guru x @Rp. 900.000,00/bulan Rp. 9.000.000,00
Rp. 1.000.000,00
Rp. 900.000,00
Rp. 1.500.000,00
Rp. 500.000,00
Rp. 7.200.000,00
JUMLAH Rp.20.100.000,00/bulan

Mengetahui
Pengasuh PPTQ Raudlatul Ulum




Drs. H. Joko Krismiyanto, SQ

SKETSA AKTIFITAS HARIAN
SANTRI PPTQ RAUDLATUL ULUM
Waktu Jenis Kegiatan Tempat Jenjang/Peserta ket
04.00 - 04.15

04.15 - 04.40
04.45 - 05.00
05.01 - 06.15
06.16 - 06.30

06.31 - 06.45
06.46 - 07.00
07.00 - 13.00
13.01 – 13.20
13.21 - 13-30
13.31 - 15.30

15.31 - 16.00

16.01 - 17.00
18.01 - 18.10
18.11 - 18.30
18.31 - 20.15
20.16 - 20.30
20.31 - 20.45
20.46 –21.45
21.46 - 04.00
Bangun Pagi & Persiapan Jamaah Shalat Tahajjud
Jamaah Shalat Tahajjud
Jamaah shalat shubuh
Mengaji Al-qur’an/Qiraati
Mandi & Persiapan berangkat sekolah
Sarapan pagi
Berangkat sekolah
Proses belajar di sekolah
Jamaah shalat dzuhur
Makan siang
Istirahat

Mandi & Jamaah shalat ashar
Menghafal
Madrasah diniyyah
Jamaah shalat maghrib
Mengaji Al-qur’an
Jamaah shalat isyak
Makan sore
Jam wajib belajar
Istirahat Aula

Aula
Aula
Aula


Ruang makan

Sekolahan
Aula
Ruang makan
Kamar masing-masing

Aula
Aula
Ruang Skretariat
Aula
Aula

Ruang makan Aula
Kamar masing-masing
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri

Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri

Semua santri

Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri
Semua santri

Semua santri



SKETSA AKTIFITAS MINGGUAN
SANTRI PPTQ RAUDLATUL ULUM
No Hari Jenis Kegiatan Tempat Jenjang/Peserta
01
02
03
04
05

06
07
08 Malam Jum’at
Malam Jum’at
Jum’at Sore
Malam Minggu
Minggu Pagi

Malam Selasa
Selasa Pagi
Selasa & Rabu Sore Yasin Dan Tahlil
Latihan Khitobah
Kursus Bahasa Inggris
Jam’iyah Maulid Nabi Muhammad SAW
Olahraga, Shalat Dhuha, Belajar Komputer & kaligrafi
Praktek Ibadah
Murattalan / Mudarosah

Belajar Matematika Aula
Aula
Aula Semua Santri
Semua Santri
Semua Santri
Semua Santri

Semua Santri
Semua Santri
Semua Santri

Semua Santri


















proposal ZISFA (zakat, infaq, shadaqah dan fidyah)

PROPOSAL PENERIMAAN DAN PENYALURAN
ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH DAN FIDYAH
PONDOK PESANTREN TAHFIDHUL QUR’AN RAUDLATUL ULUM
Jl. Danau Mahalona No. 38 Bendungan Hilir Jakarta Pusat
TAHUN 1432 H/2011 M

A. DASAR PEMIKIRAN
Agama Islam mengajarkan adanya system yang menjamin keharmonisan hidup bersama diantara kaum yang mampu secara materi dan kaum dhuafa, tentunya kebersamaan serta keharmonisan itu tumbuh subur bila penyebab utama timbulnya jurang pemisah antara keduanya dihancurkan atau paling tidak diminimalisir sedini mungkin. Apabila keadaan ini bisa kita wujudkan insya Allah persatuan dan kebersamaan antara umat Islam bisa kita tegakkan serta akan terciptanya kerukunan dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat yang aman dan harmonis tanpa adanya kesenjangan sosial yang sedang bergejolak dikalangan masyarakat seperti sekarang ini.
Kemudian hal yang menjadi tugas dan tanggung jawab bersama adalah mencari solusi untuk memasyarakatkan perasaan senasib seperjuangan dalam komunitas muslim yang antara lain mewujudkan syaria’at Islam, yaitu menyalurkan atau membagikan sebagian dari hartanya untuk berzakat, infaq dan shadaqah pada mereka yang sangat membutuhkan (Mustahiq Zakat)
Zakat adalah nama harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dengan cara-cara tertentu dan dibagikan pada orang-orang tertentu. Zakat merupakan ibadah yang berkaitan dengan harta benda yang telah memenuhi syarat untuk menunaikannya. Ibadah zakat mempunyai dua aspek, yaitu aspek pengeluaran (membayar zakat) dan aspek pembagian zakat. Sehingga dalam ajaran Islam, zakat mempunyai nilai tersendiri dalam aspek sosial yag sangat tingi sekali sebagai landasan membangun sistem yang dapat mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Dasar-Dasar Zakat
• Dalam al-Quran surat at- Taubah ayat 103:
          •       
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoa’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
• Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Ibn Khaththab, ia berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
بني الاسلام على خمس: شهادة ان لااله الاالله وان محمدا رسول الله وأقام الصلاة وايتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان .(رواه البخار ومسلم)
Artinya: “Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, mengunjungi Baitullah (Haji) dan berpuasa di bulan Ramadhan”. (H.R. Bukhori dan Muslim)



Tabel Zakat
JENIS HARTA NISHAB WAKTU KADAR KETERANGAN
A ZAKAT FITRAH mempunyai kelebihan makanan keluarga pada hari raya Idul Fitri Mulai awal Ramadhan sampai sebelum shalat Idul Fitri 2,5kg Berupa makanan pokok atau uang senilai itu
B ZAKAT MAAL
1 Barang (uang) simpanan, modal investasi perusahaan, industri dagang atau jasa Senilai 94 gr emas Setiap berjalan 1 tahun 2,5% Kekayaan dinilai saat berzakat
2 Perhiasan tidak disimpan seperti emas, intan, kebutuhan sekunder dan tersier seperti kendaraan dll. Berapapun besarnya tidak harus satu nisab Pada saat memiliki 2,5% Dibayar sekali selama memiliki
3 Hasil usaha dipenambangan dari alam atau hutan Senilai 94 gr emas Setiap panen 20% _
4 Hasil pertanian dan bumi Senilai 650 gr korma tidak harus senishab (tanpa batas tertentu) Setiap panen 5- 10% _
5 Penghasilan yang diperoleh tanpa pengorbanan seperti hadiah, barang temuan, keuntungan investasi, imbalan, jasa dll. _ Saat diperoleh 20% _
6 Profesi ( gaji, upah ) Senilai 94 gr emas Setiap berjalan satu tahun 2,5% _








Orang- Orang Yang Berhak Menerima Zakat
• Orang fakir : orang yang tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
• Orang miskin : orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
• Amil zakat : pengelola zakat.
• Muallaf : orang yang baru memeluk agama Islam.
• Budak yang dimerdekakan.
• Orang yang berhutang.
• Orang yang berjuang di jalan Allah.
• Musafir : orang yang bepergian di jalan Allah.

B. BENTUK KEGIATAN
1) Menerima dan menyalurkan zakat, infaq, shadaqah dan fidyah kepada mereka yang berhak menerimanya ( mustahiq zakat ).
2) Menyantuni para Anak-anak yatim Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum Jl. Danau Mahalona No. 38 Bendungan Hilir Jakarta Pusat yang sedang menuntut ilmu di jalan Allah SWT. Dan fakir miskin yang termasuk di dalamnya anak-anak jalanan, para pemulung, gelandangan, janda-janda dan orang- orang jompo yang kurang beruntung nasibnya yang berada di Kp. Baru Kb. Koja Penjaringan Jakarta Utara.

C. TUJUAN KEGIATAN
1) Menyampaikan amanat yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW demi menggapai keridloan-Nya.
2) Menciptakan, menumbuhkan dan memupuk tali ukhuwah guna merealisasikan rasa kepedulian sosial.
3) Menciptakan kondisi umat yang tentram, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin secara adil dan merata.
4) Mengurangi dan menghindarkan adanya kesenjangan sosial di antara si kaya dan si miskin untuk kehidupan umat yang bermasyarakat.

D. DAFTAR MUSTAHIQ ZAKAT
Untuk daftar mustahiq zakat kami cantumkan di lampiran berikut.







E. PENUTUP
Demikian proposal penerimaan dan penyaluran zakat, infaq, shadaqah dan fidyah ini kami buat, besar harapan kami atas segala sesuatu yang tertuang dalam proposal ini dapat tercapai. Semoga Allah senantiasa untuk selalu menganugerahkan segala rahmat dan maghfirahnya kepada kita, guna menjadi hamba yang suci dan bersih baik lahir maupun batin dan memperoleh ketaqwaan yang mantap dalam bulan suci Ramadhan ini.
Akhirnya atas segala perhatian, partisipasi dan bantuan kaum muslimin dan muslimat dimanapun berada kami haturkan banyak terima kasih.
Wassalaamu ‘alaikum Wr. Wb.


Jakarta, 11 Ramadhan 1432 H
11 Agustus 2011 M


PANITIA PENERIMAAN & PENYALURAN
ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH & FIDYAH
PONDOK PESANTREN TAHFIDHUL QUR’AN RAUDLATUL ULUM
TAHUN 1432 H/2011 M





MUHAIMIN MUHAMMAD MUNIR
Ketua Sekretaris


Mengetahui,
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an
Raudlatul Ulum



Drs. H. JOKO KRISMIYANTO






DAFTAR MUSTAHIQ ZAKAT
PON PES TAHFIDHUL QUR’AN RAUDLATUL ULUM 1432 H
NO NAMA STATUS NO NAMA STATUS NO NAMA STATUS
1 Masih Miskin 51 Dodi Miskin 101 Ujang R Ibn Sabil
2 Asroh Miskin 52 Umamah Miskin 102 Hendro S Ibn Sabil
3 Mamad Miskin 53 Kisno Miskin 103 Dendy Ibn Sabil
4 Embo Miskin 54 Mamas Miskin 104 Nadia Ibn Sabil
5 Tati Miskin 55 Andri Miskin 105 Rizqi Ibn Sabil
6 Dalih Miskin 56 Rohidin Miskin 106 Viera Ibn Sabil
7 Rohman Miskin 57 Andi Miskin 107 Saiful Ibn Sabil
8 Asmah Miskin 58 Aan Miskin 108 Roziqoh Ibn Sabil
9 Mamud Miskin 59 Amsar Miskin 109 Lailatun N Ibn Sabil
10 Nengsih Miskin 60 Ci Mamah Miskin 110 Agus S. Ibn Sabil
11 Ummi Miskin 61 Chi Nyai Miskin 111 Sohib S Ibn sabil
12 Idih Miskin 62 Nuit Miskin 112 Romli Ibn Sabil
13 Umroh Miskin 63 Ari Fakir 113 Sodikin Ibn Sabil
14 Jalih Gani Miskin 64 Manaf Fakir 114 Hariri Ibn Sabil
15 Kibung Miskin 65 Mb. Yono Fakir 115 Andre Ibn Sabil
16 Memet Miskin 66 Rais Fakir 116 Febristo Ibn Sabil
17 Gufron Miskin 67 Siti Fakir 117 Anton H Ibn Sabil
18 Sofyan Miskin 68 Madras Fakir 118 Deni Ibn Sabil
19 Muhsin Miskin 69 Lifah Fakir 119 Ari F Ibn Sabil
20 Dawih Miskin 70 Kholiq Fakir 120 Bakhtiar Ibn Sabil
21 Murtamah Miskin 71 Suhari Fakir 121 Toriq Ibn Sabil
22 Fatimah Miskin 72 Kahfi Fakir 122 Dahlan Ibn Sabil
23 Jaya Miskin 73 Ibrahim Fakir 123 Muhaimin Ibn sabil
24 Isah D Miskin 74 Nyai Fakir 124 Isa Ansari Ibn Sabil
25 Rosidah Miskin 75 Sukiyah Fakir 125 Lalu M Ibn Sabil
26 Otib Miskin 76 Lipah Fakir 126 Nasrul Ibn Sabil
27 Hakim Miskin 77 Tati Fakir 127 Heri Ibn Sabil
28 Mesa Miskin 78 Rosanioah Fakir 128 Ridwan Ibn Sabil
29 Aap Miskin 79 Ma’anih Fakir 129 Lisanuddin Ibn Sabil
30 Een Miskin 80 Toto Fakir 130 Hanafi Ibn Sabil
31 Asnah Miskin 81 Rom Fakir 131 Amin Ibn Sabil
32 Nimah Miskin 82 Mami Fakir 132 Sodikin Ibn Sabil
33 Anah Miskin 83 Evi Fakir 133 Arif Ibn Sabil
34 Anih Miskin 84 Tutut Fakir 134 Taufik Ibn Sabil
35 Udin Miskin 85 Mamat Fakir 135 Ali Imron Ibn Sabil
36 Jono Miskin 86 Munirah Fakir 136 Imam Ibn Sabil
37 Rohim Miskin 87 Nisan Fakir 137 Eko Ibn Sabil
38 Nafsiyah Miskin 88 Anen Fakir 138 Yakin S Ibn Sabil
39 Rosiyah Miskin 89 Saifullah ‘Amil 139 Abdul S. Ibn Sabil
40 Kucu Miskin 90 Imam B ‘Amil 140 Angga P. Ibn Sabil
41 Neni Miskin 91 Munir ‘Amil 141 Sulaiman Ibn Sabil
42 Sanis Miskin 92 Agustiar ‘Amil 142 Syarifudin Ibn Sabil
43 Beda Miskin 93 M. Munji ‘Amil 143 Agustian Ibn Sabil
44 Masenah Miskin 94 Herman M ‘Amil 144 Asror Ibn sabil
45 Muftah Miskin 95 Hilmi ‘Amil 145 Mahdafi Ibn Sabil
46 Yati Miskin 96 Ridlo H ‘Amil 146 Muhajir Ibn Sabil
47 Enjan Miskin 97 Intan M ‘Amil 147 Asep Yedi Ibn Sabil
48 Sarmanah Miskin 98 Malikatin ‘Amil 148 Arman Ibn Sabil
49 Suparma Miskin 99 Muhaimin ‘Amil 149 Gatot Ibn Sabil
50 Mumun Miskin 100 Malihah ‘Amil 150 Samsuri Ibn Sabil


























Nomor : Istimewa
Lamp. : 1 (satu) bendel
Hal : Himbauan Penyaluran Zakat, Infaq Dan Shadaqah

Kepada YTH:
Bapak/Ibu/Saudara Kaum Muslim/Muslimat
Di__
Jakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam silaturrahim kami sampaikan teriring do’a kami panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, semoga bapak senantiasa berada dalam lindungan-Nya sehingga dapat selalu eksis dalam menjalankan aktifitas sehari-hari terutama dalam beribadah kepada-Nya. Amin.
Sehubungan bulan puasa adalah bulan yang penuh berkah dan maghfirah bagi umat islam, juga bulan yang baik untuk berbagi rezeki kepada sesama muslim yang lemah. Maka dari itu kami dari pengurus Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Raudlatul Ulum bersedia dan siap menerima dan menyalurkan zakat(Mal, Profesi dll), shadaqah serta infaq bapak sekalian kepada yang berhak menerimanya.
Demikian surat himbauan ini kami buat, semoga perhatian dan kebaikan bapak akan mendapat ganjaran yang berlimpat ganda dari-Nya,Amin. Selanjutnya kami haturkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya.
Jazakumullah khairan katsiran
Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 11 Ramadlan 1432 H
11 Agustus 2011 M
PANITIA
PENYALURAN ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH DAN FIDYAH
PONDOK PESANTREN TAHFIDHUL QUR’AN RAUDLATUL ULUM
1432 H / 2011 M


MUHAIMIN
Ketua MUHAMMAD MUNIR
Sekretaris


Mengetahui,
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an
Raudlatul Ulum


Drs. H. JOKO KRISMIYANTO




Rabu, 26 Januari 2011

kaidah-kaidah fiqh yang mukhtalaf alaih

PENDAHULUAN
Belakangan ini seringkali kita saksikan sekelompok kaum beragama, atas nama agama telah men-sesatkan, bahkan memandang kufur kelompok lain yang seagama. Fenomena al-idhlal (penyesatan) dan al-takfir (pengkafiran) ini akan terus menggelinding di tengah-tengah masyarakat.
Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan "la yunkaru al-mukhtalafu fihi wa innama yunkaru al-muttafaq 'alaih"/pandangan lain yang masih diperselisihkan ulama tidak boleh serta merta diingkari, berbeda dengan pandangan yang telah disepakati ulama maka kita boleh mengingkari pandangan sebaliknya. Sementara itu hampir seluruh ulama sepakat bahwa ajaran yang mukhtalaf fihi jauh lebih banyak dari ajaran yang muttafaq 'alaih. Ini artinya wilayah takfir dan idhlal dalam ajaran Islam sangatlah sempit, tidak mudah untuk mengkafirkan dan memandang sesat pihak lain.
Problem kita adalah tidak adanya kesepakatan di kalangan ulama tentang ajaran yang masuk dalam katagori mujma' 'alayhi dan mana yang mukhtalaf fihi. Akibatnya tidak ada standard baku atas dasar apa seseorang dapat dipandang kafir dan sesat. Perbedaan di luar masalah tersebut berlaku kaidah, "pendapat kita benar
tapi mungkin saja salah dan pandangan orang lain salah tapi juga mungkin benar" dan kaidah ikhtilafu ummati rahmatun. Inilah toleransi keberagamaan yang pernah dicontohkan dengan cantik oleh ulama salaf al-shalih. Dalam menyikapi satu kasus permasalahan dalam menerapkan kaidah mukhtalaf ini sesuai dengan pendapat yang dianggap lebih unggul dari kedua sisi kaidah yang ada.
Oleh karena itu, makalah ini mencoba untuk membahas tentang kaidah-kaidah fiqh yang mukhtalaf , untuk memudahkan dalam rangka mengetahui khilaf-khilaf ulama ini adalah dengan mempelajari kaidah mukhtalaf ini. Karena kaidah ini sebenarnya adalah paket khusus pembahasan sebagian khilaf mereka.





PEMBAHASAN
Kaidah al mukhtalaf adalah kaidah yang berbentuk pertanyaan pada satu tema tertentu dengan dua jawaban atau lebih. Satu permasalahan yang seharusnya mempunyai jawaban yang pasti, ternyata di sana di temukan jawaban yang beragam. Disinilah letak keunikan kaidah muktalaf. Disebut mukhtalaf karena kaidah ini adalah kaidah yang subtansinya dikhilafkan dalam madzhab Syafi’i.
Ketika mengaplikasikan kaidah-kaidah al-mukhtalaf kedalam sebuah permasalahan, dengan tanpa menjelaskan predikat hukum mana yang lebih kuat dari dua sisi kaidah yang berbeda. Sebagian lagi, ada yang lebih kreatif dengan melakukan proses tarjih. Kekreatifan ini diteruskan pada saat menyikapi permasalahan lain dengan menerapkan kaidah dalam satu permasalahan yang sama dengan tinjauan sisi kaidah yang lain.
Seperti halnya ketika menanggapi pertanyaan pancingan yang terdapat dalam kaidah mukhtalaf pertama; apakah fardhu kifayah akan menjadi fardhu ‘ain ketika telah dilaksanakan? Ini adalah satu contoh penerapan kaidah yang berbentuk pertanyaan dengan tampilan dua jawaban yang berbeda. Sementara permasalahan yang dicoba untuk diangkat dalam kaidah adalah sama; yaitu seputar apakah fardlu kifayah akan menjadi fardlu ‘ayn ketika tengah dilaksanakan.
Respon jawaban yang berbeda walaupun berasal dari pertanyaan yang sama ini, muncul karena tinjauan masing-masing berbeda satu sama lain. Dengan bentuk ini salah satu manfaat yang dapat kita petik adalah kita dapat mengetahui kapan fardlu kifayah menjadi fardlu ‘ayn dan dalam kasus apa saja sebuah konstruk fardlu kifayah tidak berubah setatusnya menjadi bagian dari ibadah fardlu ‘ayn.
Dan dalam catatan pengembaraan eksperimen (istiqra’)hanya terdapat dua puluh kaidah mukhtalaf yang dapat kita lacak dalam kitab-kitab syafi’iyyah.
Sekadar untuk diketahui, dan untuk memudahkan kita dalam mendalami kaidah fiqh maupun fiqh secara langsung, dalam literature kitab-kitab fiqh klasik akan dijumpai satu permasalahan tetapi terdapat berbagai varian jawaban. Seperti yang terdapat dijumpai dalam kitab mahalli. Di sana, kita dapat menemukan satu latar masalah dengan varian jawaban yang beragam. Bahkan kita dapat menjumpai sampai empat jawaban yang sama sekali berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satu tawaran alternative untuk memudahkan dalam rangka mengetahui khilaf-khilaf ulama’ ini adalah dengan mempelajari kaidah mukhtalaf ini. Karena kaidah ini sebenarnya adalah paket khusus pembahasan sebagian khilaf mereka.
Untuk mengetahui esensi kaidah-kaidah mukhtalaf ini dengan mudah, kita perlu mengetahui beragam istilah yang dikenal dengan qawl, wajh, qawlani, wajhani, dan sebagainya. Beberapa kosa kata ini merupakan petunjuk praktis untuk mengetahui dimana pendapat tersebut diungkapkan, siapa yang menyampaikan sekaligus derajat kekuatannya sebagai pijakan hukum.
Yang perlu kita ketahui pertama kali, pengertian qawl berlainan dengan istilah wajh. Walaupun keduanya sama-sama berarti pendapat, namun dalam literature fiqh terdapat perbedaan prinsip di antara keduanya. Qawl adalah apa yang pernah ditulis atau difatwakan Imam al-Syafi’I, yang pada akhirnya akan terbagi menjadi dua, yaitu qawl qadim dan qawl jadid.
Yang perlu diingat lagi adalah, bahwa qawl dan wajh juga akan terpilah kedalam pelbagai bentuk istilah. Dengan mengenal nama-nama yang berbeda ini, secara otomatis akan member pengertian yang berbeda pula.
Beberapa istilah yang sering digunakan di dalam kaidah-kaidah mukhtalaf adalah:
 Al-Ashah: adalah pendapat yang paling valid diantara kualifikasi pendapat-pendapat lain dan pembandingnya dikenal dengan istilah al-shahih.
 Al-Azhhar: pendapat yang kevalidannya di atas al-shahih dal al-zhahir. Dalam pendapat jenis ini, kejelasan ashl dan ‘illatnya atau salah satu dari keduanya kuat.
 Al-Shahih Adalah pendapat yang ashl dan ‘illat atau salah satu dari keduanya benar.
 Al-zhahir digunakan untuk menamakan pendapat yang ashl, illat atau salah satu dari keduanya jelas.
 Al-Mu’tamad adalah pendapat dalam permasalahan hukum tertentu yang di jadikan pegangan bagi ‘ulama yang mendukungnya, walaupun pendapat ini sangat mungkin dinilai sebagai pendapat yang lemah bagi ulama’ yang lain.
Kaidah-Kaidah Mukhtalaf
Kaidah-kaidah yang mukhtalaf , artinya kaidah-kaidah yang masih diperselisihkan, dan tarjihnya juga tidak sama. Terkadang juga ada cabang yang diperselisihkan tapi hanya sebagian, atau karena masing-masing mempunyai dalil yang tidak dapat dikesampingkan. Dan kaidah-kaidah yang seperti ini jumlahnya ada dua pulah, yaitu :
Kaidah ke 1

Shalat jum’at shalat zhuhur apakah yang diringkas ataukah shalat yang yang berdiri sendiri? Terdapat dua pendapat.
Dalam ranah kajian fiqh, Imam syafi’i melontarkan dua statemen yang berbeda mengenai status shalat jum’at. Menurut statemen awal (qawl qadim), shalat jum’at merupakan shalat dzuhur yang di ringkas rakaatnya menjadi dua. Sedangkan menurut statemen yang kedua(qawl jadid), shalat jum’at merupakan shalat yang berdiri sendiri.
Kaidah ke 2


Shalat dibelakang imam yang berhadas dan tidak diketahui keadaannya, apakah termasuk shalat berjama’ah atau sendirian? Terdapat dua pendapat.
Shalat yang dilakukan di belakang imam yang hadas dan tidak diketahui keadaannya tetap shah. Berangkat dari asumsi ini kemudian muncul dari dua wajh:
Pertama bahwa shalat yang dilakukan makmum tetap bernilai jamaah
Kedua shalat makmum dianggap sendirian karena shalat imamnya tidak shah.
Pendapat bahwa shalat mereka shalat jamaah, adalah pendapat yang lebih shaheh.
Kalau makmum mendapatkan imam sedang ruku’, kemudian mengikutinya (masbuq), kemudian mengetahui tetang hadasnya imam sebelum salam dan memisahkan diri, maka yang lebih shah adalah shalatnya dianggap shalat sendiri, dan rakaat pertama yang bersama dengan imam (mengikuti ruku’nya imam ) dianggap tidak sah.
Kaidah ke 3


Seseorang yang melakukan sesuatu yang bias merusak fardlu pada permulaan atau tengah-tengah pelaksanaannya, tetapi tidak melakukan sesuatu yang merusak shalat sunnah, maka shalat fardlunya batal? Kemudian apakah shalatnya bernilai shalat sunnah atau menjadi batal sama sekali?terjadi dua pendapat.
Kaidah ini membahas tentang pelaksanaan ibadah fardlu yang pada awal ataupun di tengah-tengah pelaksanaannya terjadi hal-hal yang merusak shalat yang menjadikannya tidak dapat dinilai sebagai fardlu lagi.secara otomatis dengan melakukan hal semacam ini akan merusak kefardluan tersebut, dalam hal ini, bahwa ada perbedaan dalam mengunggulkan dua pendapat yang ada. Di antaranya furu’nya ialah : Apabila orang melakukan shalat fardlu kemudian karena untuk dapat mengikuti shalat jamaah, maka ia salam setelah dua rakaat, maka shalatnya sah dan menjadi shalat sunnah.
Apabila dalam melakukan shalat fardlu tadi dia sudah tahu bahwa aka nada shalat jamaah, atau kalau dia membatalkannya itu, kemudian dia menukar fardlu dengan fardlu yang lain, atau untuk berpindah kepada shalat sunnah dengan tanpa sebab dan sebagainya.
Kaidah ke 4

Apakah pelaksanaan nadzar dijalankan seperti sesuatu yang wajib atau ja’iz? Ada dua pendapat.
Di antara furu’ yang berkenan dengan kaidah ini, ialah ;
Nadzar shalat harus dilaksanakan seperti melaksanakan shalat wajib, sehingga harus berdiri kalau mampu, demikian juga harus berniat waktu masih malam kalau berpuasa dan harus cukup umur dan tidak cacatkalau qurban.
Nadzar puasa hari tertentu dapat dilaksanakan dengan cara tidak seperti dalam melakukan puasa ramadlan yang berhubungan dengan niat yan wajibnya membayar kafarat kalau mengadakan hubungan deksuil diwaktu siang, sedangkan shalat dua rakaat dilaksanakan dengan cara melaksanakan shalat empat rakaat satu malam, baik dengan dua tasyahud atau satu tasyahud.
Kaidah ke 5

Yang menjadi pertimbangan utama dalam akad, lafadznya ataukah maknanya? Terjadi khilaf.
Ada beberapa perbedaan pendapat.
Qawl awwal menamai yang menjadi pertimbangan utama dalam akad adalah lafadnya.
Termasuk dari furu’ kaidah ini ialah:
Sedangkan qawl tsani menamai yang menjadi pertimbangan utama dalam akad adalah maknanya.
Contoh : Apabila zaid memberi uang kepada Umar dengan syarat agar umar memberi sarung pada Zaid. Ini menurut qawl awwal akadnya menjadi akad hibbah sedangkan menurut qawl tsani aqadnya menjadi aqad bay’.
Kaidah ke 6

Barang pinjaman yang digadaikan, apakah yang lebih dominan padanya hukum dlaman(jaminan) atau hukum ‘ariyah (pinjaman)? Terdapat dua pandangan.
Dua transaksi pada satu obyek dapat mempengaruhi penentuan status manakah yang lebih dominan baginya. Apakah ia akan dilihat sebagai barang pinjaman yang harus diganti rugi, jika terdi kerusakan, ataukah sebagai barang gadaian. Kalau barang tersebut dianggap sebagai barang pinjaman maka boleh/dapat diminta kembali, terapi kalau sebagai barang jaminan , tidak dapat diminta kembali, inilah yang lebih sah.
Apabila barang rusak ditangan pemberi gadai, maka yang menggadaikan yang harus menanggung, karena sebagai barang pinjaman.
Kaidah ke 7

Apakah setatus hiwalah adalah bay’ atau istifa’ (memenuhi hak orang lain)? Terjadi perbedaan pendapat.
Dalam menentukan esensi hiwalah ada banyak perbedaan; dalam satu tempo ia lebih cenderung bersetatus bay’, dan pada sisi yang lain ditentukan dengan istifa’. Apabila ada orang yang membeli barang dengan harga tertentu, kemudian penjual memindahkan pembayaran barang tersebut kepada orang lain kemudian terjadi pembeli mengembalikan barang karena ada cacatnya, maka kalau dianggap sebagai istifa’ tidak boleh dikembalikan, tetapi kalau sebagai jual beli boleh barang dikembalikan.
Kaidah ke 8

Apakah pembahasan hutang (ibra’) adalh pengguguran hutang ataukah pemberian milik terhadap hutang? Terdapat dua qawl.
Pembebasan hutang yang tidak diketahui jumlahnya oleh orang yang membebaskan, maka disini yang lebih sah adalah pemberian untuk dimiliki, tidak sah pengguguran.
Sedangkan kalau pemberi pembebasan tahu jumlah hutang, maka yang lebih sah adalah isqot (pengguguran).
Kaidah ke 9

Apakah iqalah termasuk pembatalan jual beli atau jual beli kembali? Terdapat dua qawl.
Membeli budak kafir dari penjual kafir, kemudian budak menjadi muslim dan penjual menghendaki iqolah.
Kalau iqolah itu merupakan jual beli , tidak sah iqolah. Tetapi kalau iqolah itu dianggap sebagai pembatalan jual beli, maka sah seperti kalau mengembalikan barang pembelian karena ada cacat.
Kalau iqolah itu dianggap sebagai fasakh, maka tidak perlu ijab Kabul, sedangkan kalau dianggap sebagai bay’ maka harus ada ijab Kabul.

Kaidah ke 10

Maskawin yang telah dinyatakan dalam akad sebelum diterima oleh istri, apakah dijamin oleh suami berdasarkan akad atau dijamin sebagai barang yang diambil dari tangan istri? Terdapat dua pandangan.
Menurut qawl ashah tidak boleh menjual mahar sebelum diserahkan kepada istri, berdasar bahwa hal itu adalah dlaman al aqd. Sedangkan menurut pendapat yang kedua dinyatakan shah, karena berdasar pada dlaman al yad.
Kaidah ke 11

Apakah talak raj’I dapat memutus ikatan pernikahan atau tidak? Terdapat dua pendapat.
Seandainya suami mempergauli bekas istri masih dalam iddah, kemudian baru merujuknya, maka wajib membayar mahar menurut pendapat yang mengatakan bahwa talak raj’I adalah memutuskan pernikahan.
Kalau suami meninggal, istri tidak boleh memandikannya menurut pendapat yang lebih sah, tepi menurut pendapat kedua, bolem memandikan seperti masih sebagai istri.
Kaidah ke 12

Apakah dzihar ebih menyerupai talak atau sumpah?
Apabila seorang suami mendzihar kepada empat istrinya sekaligus dengan satu pernyataan; “kalian semua bagiku seperti punggung ibuku”. Dengan ucapannya ini, menurut qawl jadid ia wajib membayar empat kafarah, Karena lebih diserupakan dengan thalak.
Dzihar yang dibatasi dengan waktu, menurut qawl ashah tetap sah sebagaimana sumpah. Tetapi kalau disamakan dengan thalak, tidak sah.
Kaidah ke 13

Apakah fardlu kifayah berubah menjadi fardlu ‘ayn ketika telah dikerjakan atau tidak? Terdapat khilaf.
Pendapat yang lebih sah, shalat jenazah apabila seseorang sudah mulai mengerjakannya, maka haram baginya untuk meninggalkannya. Menurut Imam Ghozali, yang lebih soheh selain shalat jenazah dan jihad maka fardlu kifayah tetap fardlu, walaupun sudah dimulai mengerjakannya.
Kaidah ke 14

Sesuatu yang hilang kemudian kembali, apakah hukumnya seperti yang tidak hilang ataukah seperti yang tidak kembali (barang baru).
Wanita yang telah ditalak sebelum dipergauli, hilang pemilikannya atas shodaq. Kalau suaminya kembali, maka kembali pula hak pemilikannya terhadap shodaq seperti apa adanya shodaq semula.
Harta yang pada akhir tahun harus dizakati kemudian hilang di tengah tahun, dan kemudian kembali, maka tetap pada akhir tahun harus di zakati, seperti tidak pernah hilang.
Kaidah ke 15

Hal yang dijadikan tolok ukur peristiwa, apakah waktu yang sedang berlangsung ataukah waktu yang akan dating? Terjadi khilaf.
Apabila seseorang bersumpah benar-benar akan memakan sepotong roti besok paginya, tetapi sebelum dating waktunya dia telah menghancurkan roti tersebut.
Adakah dia dihukumi melanggar sumpahnya pada waktu itu, ataukah menunggu setelah datang waktu paginya?
Dua pendapat ini yang lebih sah adalah pendapat yang kedua.
Kaidah ke 16

Ketika sifat khusus dari suatu hal dihukumi batal, apakah karakter umumnya masih berlaku? Terdapat khilaf.
Ketika seseorang melakukan ihram haji pada waktu selain bulan haji, maka menurut qawl ashah hajinya batal dan menurut pokok keumumannya sebagai ihram masih tetap ada, sedangkan jika ia melakukan umrah, amka umrahnya sah. Ketetapan itu karena memandang ihram secara umum.
Kaidah ke 17

Apakah janin digolongkan sebagai sesuatu yang diketahui, atau tidak? Terjadi khilaf.
Menjual binatang yang bunting tidak dengan anak yang dikandungnya. Menurut pendapat yang ebih kuat tidak sah, karena yang dikandung adalah sesuatu yang tidak diketahui, sebab sesuatu yang tidak diketahui kemudian dikecualikan daripadanya dengan sesuatu yang tidak diketahui, maka menjadilah yang diketahui menjadi tidak diketahui.


Kaidah ke 18

Apakah sesuatu yang jarang terjadi dihukumi sesuai dengan jenisnya, atau memiliki hukum sendiri? Terjadi khilaf di dalamnya.
Menyentuh alat kelamin laki-laki yang sudah tetpotong, apakah masih membatalkan wudlu atau tidak?. Menurut qawl ashah masih dapat membatalkan, sebab walaupun telah terputus namun nama dzakar tidak terlepas dari potongan itu. Dengan demikian potongan itu masih termasuk jenis dzakar. Sehingga hukumnya mengikuti jenis dzakar yang belum terpotong. Sementara pembanding qawl ashah menyatakan tidak membatalkan, karena dengan terputusnya dzakar, maka ia sudah dapat dikatakan sebagai dzakar yang tersendiri, bukan termasuk jenis dzakar umum.
Kaidah ke 19

Apakah orang yang mampu meraih keyakinan diperkanankan berijtihad dan mengambil prasangka yang kuat (zhan)? Terjadi khilaf.
Orang mempunyai dua bejana air, yang satu najis dan yang satu lagi suci. Dia dapat dengan yaqin untuk memperoleh air yang suci karena dia ditengah laut misalnya.
Dalam hal ini dia masih diizinkan untuk berijtihad, meneliti berdasarkan dhon mana dari dua bejana tadi yang suci.
Demikian juga orang m,empunyai dua baju, yang satu suci, yang satu najis.
Dia boleh meneliti mana yang suci untuk dipergunakan, walaupun dia dapat berganti dengan pakaiannya yang lain yang jelas suci.


Kaidah ke 20

Apakah penghalang baru keberadaannya dianggap sebagai suatu yang menyertai? Terjadi khilaf.
Penghalang adalah sesuatu yang dengan kemunculannya dalam pandangan syara’ dapat menghalangi wujudnya hukum tertentu yang disebut mani’ li al hukmi atau dapat menjadikan hukum sebab akibat dianggap tidak berlaku yang dikenal dengan mani’ li al sabab.
Contoh: Menambah air sehingga menjadi banyak terhadap air yang musta’mal; sembuhnya orang yang istihadloh ditengah-tengah menjalankan shalat; murtadnya orang yang sedang ihram; niat ma’shiat dalam bepergian taat, maka: Hukumnya air menjadi suci dan dapat mensucikan; shalatnya batal; demikian juga ihramnya, dan tidak ada rukhshoh bagi musafir yang demikian.









PENUTUP
Daftar Pustaka:
Abdul Majid, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih, Jakarta: Kalam Mulia, 2008
Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid fiqhiyyah dalam perspektif fiqh, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2004.
Bisyri Mushthafa, Tarjamah Nadzam Al-Faraidul Bahiyyah fi Al-Qawaid Al Fiqhiyyah, Rembang: Menara Kudus.
Maimun Zubair, Formulasi Nalar fiqh Telaah Kaidah Fiqh Konseptual, Kediri; Purna Siswa III Aliyah 2005

AYAT TENTANG KEWAJIBAN MENEGAKKAN KEADILAN DAN MENUNAIKAN AMANAH

PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang memiliki tingkat keaslian serta keluasan pembahasan dalam ilmu pengetahuan tidak akan pernah kering dari panafsiran, ibarat lautan tanpa batas yang tidak akan pernah kering di minum oleh zaman, oleh karena itu penafsiran dalam Al Qur’an tidak akan pernah mencapai titik akhir kecuali atas kehendak Allah, Al Qur’an sendiri diturunkan Allah sebagai kitab terakhir bagi umat di alam semesta artinya tidak akan ada lagi kitab suci yang akan di turunkan oleh Allah SWT. Walaupun Allah mampu untuk menurunkannya, itulah janji Allah.
Akhir-akhir ini, kita disuguhkan dengan slogan-slogan baik di media cetak, elektronik, atau spanduk yang bertebaran di jalan-jalan, yang berisi ajakan, seruan dari para calon pemimpin untuk mempercayai dan memilih mereka dalam pemilu yang akan datang. Mereka memberikan janji bahwa mereka adalah orang yang dapat dipercaya untuk mengemban amanah rakyat dan berlaku adil jika terpilih. Meskipun pada kenyataannya, setelah terpilih banyak yang terkena amnesia sesaat, yaitu lupa dengan janji dan amanah yang telah diberikan kepada mereka. Selain itu, akhir-akhir ini pun kita disuguhkan dengan berita-berita terkait kasus suap dan korupsi yang melibatkan banyak pejabat Negara. Jumlah uang suap dan yang dikorupsi pun sangat mencengangkan. Kasus tersebut membuka mata kita, bahwa tidaklah mudah untuk menjalankan amanah dan berlaku adil.
Oleh sebab itu, lewat prolog di atas tentunya kami sebagai pemakalah akan berusaha menjelaskan tafsir surat al-Nisa ayat 58-60 dan surat al-Maidah ayat 8 yang isi dari pembahasan ayat tersebut adalah menjelaskan tentang kewajiban menegakkan keadilan dan menunaikan amanah.
Tentunya kami sadar bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik opini dan saran selalu penulis harapkan, agar semakin melengkapi materi makalah ini. Semoga apa yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat. Dan kesalahan dalam penyusunan dapat dimaafkan dan diperbaiki di masa mendatang.






PEMBAHASAN
AYAT TENTANG KEWAJIBAN MENEGAKKAN KEADILAN DAN MENUNAIKAN AMANAH
A. QS Al-Nisaa: 58-60
 •           ••     •      •                                                                   
Artinya: 58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut,
Sabab Nuzul
Dari Ibnu Abbas ra. Menjelaskan bahwa setelah makkah berhasil ditakhlukkan, Rasulullah saw. Memanggil Usman Bin Thalhah ra. Untuk meminta kunci ka’bah kepada Rasul saw. Tiba-tiba Abbas ra. Berdiri dan berkata, “ wahai Rasulullah, demi Allah, berikan kunci itu kepadaku, agar aku rangkap tugas pemberi minum dan pemegang kunci ka’bah sekaligus.” Usman ra. Pun kembali menahan tangannya. Melihat itu Rasulullah saw. Pun berdiri membuka pintu ka’bah, dan masuk kedalamnya. Setelah itu, beliau melakukan thawaf. Tak lama, Jibril as. Dating dan menyampaikan pesan dari Allah agar kunci itu di kembalikan kepada Usman ra. Rasul saw pun memanggil Usman ra. Dan menyerahkan kunci itu kepadanya. Maka turunlah ayat ini. ( HR. Ibnu Mardawaih )
Dari Ibnu Abbas ra. Menjelaskan, bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qaisra. Ketika ia diutus Rasulullah saw. Untuk memimpin suatu pasukan perang. ( HR. Bukhari dan Muslim)
Kosa Kata
Kata ()Al-Amaanaat jamak dari amanat ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata amanat dengan pengertian ini sangat luas, meliputi manat Allah terhadap hamba-Nya, amanat seseorang terhadap sesamanya dan terhadap dirinya sendiri. Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.
Agama mengajarkan bahwa amanah/kepercayaan adalah asas keimanan berdasarkan sabda Nabi saw. “tidak ada iman bagi yang tidak memiliki amanah.” Selanjutnya, amanah yang merupakan lawan dari khianat adalah sendi utama interaksi. Amanah tertsebut membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin yang selanjutnya melahirkan keyakinan.bahwa ayat ini menggunakan bentuk jamak dari kata manah. Hal ini karena amanah bukan sekedar sesuatu yang bersifat material, tetapi juga non-material dan bermacam-macam. Semuanya diperintahkan Allah agar ditunaikan.
Tafsir Ayat
Allah SWT. Mengabarkan, bahwa Dia memerintahkan untuk menunaikan amanah kepada ahlinya. Di dalam hadis al-Hasan dari Samurah, bahwa Rasulullah saw. Bersabda :


“ tunaikanlah amanah kepada yang memberikan amanah dan jangan khianati orang yang berkhianat kepadamu.” ( HR. Ahmad dan Ahlu al sunnah).
Hal itu mencakup seluruh amanah yang wajib bagi manusia, berupa hak-hak Allah SWT. Terhadap para hamba-Nya, seperti shalat, zakat, puasa, kafarat, nazar dan selain dari itu, yang kesemuanya adalah amanah yang diberikan tanpa pengawasan hamba-Nya yang lain. Serta amanah yang berupa hak-hak sebagian hamba dengan hamba lainnya, seperti titipan dan selanjutnya, yang kesemuanya adalah amanah yang dilakukan tanpa pengawasan saksi. Itukah yang diperintahkan oleh Allag SWT. Untuk ditunaikan. Barang siapa yang tidak melakukannya di dunia ini, maka akan dimintai pertanggung jawabnya di hari kiyamat, sebagaimana yang terdapat di dalam hadis shahih , bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda:


“ Sungguh, kamu akan tunaikan hak kepada ahlinya, hingga akan di qisas untuk (pembalasan) seekor kambing yang tidak bertanduk terhadap kambing yang bertanduk”.
Amanat Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan adalah antara lain : melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjahui larangan-Nya. Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarraub kepada-Nya.
Amanat seseorang terhadap hambanya yang harus dilaksanakan antara lain; mengembalikan titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apapun, tidak menipunya, memelihara rahasia dan lain sebagainya dan termasuk juga di dalamnya:
a. Sifat adil penguasa terhadap rakyat dalam bidang apapun dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain di dalam pelaksanaan hokum, sekalipun terhadap keluarga dan anak sendiri, sebagaimana di tegaskan Allah dalam ayat ini.
   •• 
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
b. Sifat adil ulama terhadap orang awam, seperti menanamkan kedalam hati mereka aqidah yang benar, membimbingnya kepada mal-amal yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat, memberikan pendidikan yang baik, menganjurkan usaha yang halal, memberikan nasehat-nasehat yang menambah kuat imannya, menyelamatkannya dari perbuatan dosa dan maksiat, membangkitkan semangat untuk berbuat baik dan melakukan kebajikan mengeluarkan fatwa yang berguna dan bermanfaat di dalam melaksanakan syariat dan ketentuan Allah SWT.
c. Sifat adil seorang suami terhadap istrinya, begitupun sebaliknya, seperti melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain, tidak membeberkan rahasia pihak yang lain, terutama rahasia khusus antara keduanya yang tidak baik diketahui orang lain.
Amanat seorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang menguntungkan dan bermanfaat bagi dirinya dalam soal dunia dan agamanya. Janganlah ia berbuat hal-hal yang membahayakannya di dunia dan akhirat, dan lain sebagainya.
Ayat di atas, ketika memerintahkan menunaikan amanah, di tekankannya bahwa amanah tersebut harus di tunaikan kepada ahlaha yakni pemiliknya, dan ketika memerintahkan menetapkan hokum dengan adil, di nyatakan apabila kamu menetapkan hokum di antara manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu ditujukan terhadap manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanah maupun keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, atau ras.
Dan Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, Muhammadsaw supaya memperhatikan bagaimana anehnya sikap dan tingkah laku orang-orang yang telah mengaku dirinya beriman kepada Al-Quran yang di turunkan kepada Rasulullah saw. Dan kepada kitab-kitab suci lainnya yang diturunkan kepada para Nabi dan rasul sebelumnya. Orang-orang yang mengaku beriman ini, telah berbuat sesuatu yang sangat berlawanan dengan pengakuan keimanan yang mereka ucapkan.
Orientasi Hukum
Ketahuilah, bahwa muamalah manusia, baik itu dilakukan dengan Rabb-Nya, atau dengan sesame manusia, atau terhadap dirinya, ia mesti memelihara amanah. Inilah tugas kaum muslimin sekaligus akhlak mereka, yaitu menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya dan memutuskan hokum dengan adil di antara manusia sesuai dengan manhaj dan ajaran Allah.
Amanat-amanat itu sudah tentu di mulai dengan amanat yang terbesar, yaitu amanat yang dihubungkan Allah dengan fitrah manusia, amanat yang bumi dan langit serta gunung-gunung tidak mau memikulnya, tetapi manusialah yang mau memikulnya. Yang dimaksud adalah amanat hidayah, makrifah, dan iman kepada Allah dengan niat, kehendak hati, kesungguhan, dan arahan. Inilah amanat fitrah insaniyyah yang husus. Selain manusia, makhluk yang lain diberi ilham oleh Allah untuk mengimani-Nya, mengenal-Nya, beribadah kepada-Nya, dan menaati-Nya. Juga ditetapkan-Nya untuk mengikuti undang-undang alamnya tanpa melakukan upaya, tanpa kesengajaan, tanpa kehendak, dan tanpa arahan. Maka hanya manusia sendirilah yang diserahkan kepada fitrah, akal, makrifah, iradah, tujuan dan usahanya untuk sampai kepada Allah sebagaimana firmannya:
   •   •    
Artinya: 69. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Di antara amanat-amanat ini yang masuk di tengah-tengah amanat yang disebutkan adalah amanat kepada mereka, yaitu amanat dalam bermuamalah, amanat yang berupa titipan materi, amanat yang berupa kesetiaan rakyat kepada pemimpin dan kesetiaan pemimpin kepada rakyat, amanat untuk memelihara anak-anak kecil, amanat untuk menjaga kehormatan jamaah-harta benda dan wilayah serta semua kewajiban dan tugas dalam kedua lapangan kehidupan itu secara garis besar. Inilah manat-amanat yang diperintahkan Allah untuk ditunaikan dan disebutkan di dalam nash ini secara global.
Adapun dalam perintah agar memutuskan hokum dengan adil di antara manusia, maka nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh di antara semua manusia, bukan keadilan di natara sesame kaum muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia hanya karena dia diidentifikasi sebagai manusia. Maka, identitas sebagai manusia inilah yang menjadikannya berhak terhadap keadilan itu menurut . identitas ini terkena untuk semua manusia, mukmin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun berkulit hitam, orang Arab ataupun orang ajam.
Umat islam harus menegakkan keadilan ini di dalam memutuskan hokum di antara manusia-apabila mereka memutuskan hokum di dalam urusan mereka dengan keadilan yang sama sekali belum pernah di kenal oleh manusia kecuali hanya di tangan Islam saja, kecuali di dalam hokum kaum muslimin saja. Orang yang kehilangan keadilan sebelum dan sesudah kepimpinan ini, maka ia tidak akan merasakannya sama sekali dalam bentuknya yang mulia, seperti yang diberikan kepada seluruh manusia karena semata-mata mereka sebagai manusia bukan karena sifat-sifat lalin sebai tambahan dari identitas pokok yang dimiliki oleh semua manusia.
Itulah prinsip hokum dalam Islam. Sebagai amanat dengan segala yang di tunjukinya maka ia juga merupakan prinsip kehidupan dalam masyarakat Islam.
Perintah menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan perintah memutuskan hokum di antara manusia dengan adil ini diiringi dengan peringatan bahwa yang demikian itu merupakan pengajaran dan pengarahan yang sangat baik dari Allah SWT. Penutup ayat ini memberikan lecutan semangat kepada manusia untuk menjalankan perintah-Nya. Manusia tidak boleh merasa aman ketika tidak menunaikan amanah. Allah Swt. pasti mengetahuinya. Seorang penguasa juga tidak boleh merasa tenteram ketika tidak menetapkan keputusan yang tidak adil. Meskipun pihak yang dizalimi tidak mampu menuntutnya, Allah Swt. mendengar dan mengetahui ketidakadilan itu.
B. QS. Al-Maidah; 8
          •            •        
Artinya : 8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tafsir Ayat
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang yang mukmin agar dapat melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat jujur dan ikhlas karena Allah, baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan demikianlah mereka bisa sukses dan memperoleh hasil atau balasan yang mereka inginkan dan harapkan. Dalam penyaksikan, mereka harus adil menerangkan apa yang sebenarnya tanpa memperbedakan siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan sahabat dan kerabat.aayt ini senafas dengan surat al-Nisa ayat;135
                                   •      
Artinya : 135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Yaitu sama-sama menerangkan tentang seseorang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalah ayat tersebutditerangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu merugikan diri sendiri, ibu, bapak dan kerabat, sedang dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum tidak boleh mendorong seseorang untuk memberikan penyaksian yang tidak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap lawan.
Di atas dinyatakan bahwa adil lebih dekat kepada takwa. Bahwa keadilan dapat merupakan kata yang menunjuk subtansi subtansi ajaran islam. Jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan tertinggi, islam tidak demikian. Ini karena kasih, dalam kehidupan pribadi apalagi masyarakat, dapat berdampak buruk.
Orientasi Hukum
Ayat tersebut menganjurkan untuk menegakkan keadilan, juga menjadi saksi dengan adil dan terhadap keadilan, yakni jangan menjadi saksi dalam sesuatu yang tidak adil.
Dan jangan karena terdorong oleh rasa kebencian dan permusuhan sehingga berlaku tidak adil. Dan bertakwalah selalu pada Allah dalam semua amal perbuatan. Sunnguh Allah mengetahui sedalam-dalamnya amal perbuatan semua yang baik akan dib alas dengan baik sedang yang jahat akan menerima akibat balasannya. Jika seseorang melakukan pelanggaran dan wajar mendapat sangsi yang berat, ketika itu kasih tidak boleh berperan karena ia dapat menghambat ketetapan hokum atasnya. Ketika itu yang dituntut adalah adil, yakni menjatuhkan hukuman setimpal atasnya.
Bertindak Amanah dan Adil
Pada dasarnya, seluruh manusia diperintahkan untuk menunaikan amanah dan berlaku adil. Akan tetapi, dilihat dari besarnya amanah yang diemban oleh manusia pemimpin atau penguasalah yang amanahnya lebih besar dari manusia yang lain. Karena itu, posisi seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan amanah, melaksanakan kepercayaan rakyatnya, dan menetapkan hukum sesuai prinsip keadilan. Dan pemimpim yang diberi amanat untuk mengurusi segala permasalahan, dan berjanji terhadap mereka untuk melakukan persamaan. Keadilan wajib dilakukan termasuk terhadap musuh sekalipun. Keadilan harus ditegakkan dan ini adalah salah satu kelebihan agama Islam, sebagaimana dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 8.
Makna awal kata al-‘adl adalah al-musâwah fî kulli syay’ (setara dalam segala sesuatu). Karena itu, setiap perkara yang keluar dari kezaliman dan permusuhan disebut adil. Realitas itu bisa terjadi jika hukum yang digunakan untuk memutuskannya adalah hukum yang adil. Bagi mereka yang telah memimpin dengan adil, Rasulullah Saw memberikan janji kebahagiaan dalam sabdanya yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., “Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil akan berada di atas punggung yang terbuat dari cahaya di sebelah kanan Allah Azza wa jalla, dan kedua sisinya dalam keadaan baik, yaitu orang-orang berlaku adil dalam hukum, dalam keluarga, dan dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka”(HR. Muslim).
Keadilan adalah kata-kata yang paling sering dikeluhkan banyak orang saat ini. Kata keadilan memiliki berbagai macam definisi menurut persepsi masing-masing. Mereka berusaha menuntut keadilan ditegakkan bagi mereka atas orang-orang yang telah menindas mereka, atau merampas sesuatu yang menjadi milik mereka dan lain sebagainya. Kemudian, kejaksaan berusaha tampil ke depan sebagai pemberi harapan bagi pernuntut keadilan dengan menuntut para pelanggar keadilan dan hak-hak orang lain dengan tuntutan yang seadil-adilnya menurut persepsi mereka. Hakim pun tak kalah sigap dalam bersaing dengan yang lain untuk tampil sebagai penegak keadilan, bahkan mereka berada pada posisi vital tegaknya keadilan. Merekalah ujung tombak penegak keadilan.
Ini juga tak lepas dari perbedaan definisi keadilan dalam pandangan masing-masing orang, serta beda pendapat tentang kadar suatu hukuman yang benar-benar adil. Itulah jadinya, kalau manusia menuruti hawa nafsunya dan berpaling dari hukum Allah. Mereka terus akan berselisih tanpa henti. Menolak hukum Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk apa yang baik dan adil bagi hamba-Nya adalah suatu kesombongan di hadapan Allah. Maka, seharusnyalah orang-orang yang beriman menegakkan keadilan karena Allah, juga menjadi saksi karena Allah. Karena jika hal itu dilakukan karena selain Allah, maka niscaya keadilan tidak akan pernah tegak.
Karena itulah, Allah menyeru orang-orang beriman dengan sebutan orang-orang yang beriman, karena dengan begitu orang-orang yang benar-benar beriman merasa mendapat suatu penghormatan dari Allah yang juga mengandung unsur pengakuan Allah terhadap iman mereka. Dengan begitu, mereka akan lebih patuh akan perintah yang akan diberikan Allah setelah seruan itu. Perintah pertama adalah menegakkan keadilan karena Allah, kedua adalah menjadi saksi juga karena Allah. Meskipun dapat berakibat buruk pada diri sendiri,
selama itu merupakan kebenaran, maka kesaksian itu harus dilakukan.




















PENUTUP
Kesimpulan :
Allah mewajibkan kepada setiap muslim yang memikul amanat, supaya melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, baik amanat yang diterimanya dari Allah SWT. Atau amanat sesama manusia. Allah SWT memerintahkan kepada setiap muslim supaya berlaku adil, dalam setiap tindakannya. Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, supaya selalu cermat, jujur dan ikhlas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang bertalian dengan Agama Allah maupun dengan urusan duniawi.
Kebencian terhadap sesuatu kaum, tidak boleh mendorong seseorang untuk tidak berbuat jujur atau berlaku tidak adil. Harus adil dalam memberikan persaksian tanpa melihat siapa orangnya, walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan kerabat. Keadilan wajib di tegakkan dalam segala hal, karena keadilan menimbulkan ketentraman, kemakmuran dan kebahagiaan, dan ketidak adilan akan menimbulkan sebaliknya.
Pada dasarnya, seluruh manusia diperintahkan untuk menunaikan amanah dan berlaku adil.

Daftar pustaka :
Al Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir Al-Munir, Beirut: Daar Al Fikr, 2003
As’ad, Yasin, Fi zhilalil Quran terj, Jakarta; Gema Insani Press, 1992
Bahraesyi, Salim, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Kasir, Surabaya: Bina Ilmu, 2004
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1991 Ghaffar, Abdul, Tafsir Ibnu Kasir tarj, Bogor : Pustaka Imam As-Safi’I, 2001
Shihab, M Quraish, Tafsir Al-Misbah , (pesan, kesan dan keserasian al-Quran). Jakarta: Lentera Hati, 2002
Syihabuddin, Terjemah Tafsir Ruhul Bayan, juz V, Bandung; Diponegoro, 1996