Selasa, 11 Januari 2011

tafsir surat al-ashr

PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa Al-Qur'an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bukti akan kebenaran diutusnya beliau sebagai Rasul. Al-Qur'an yang diturunkan kepada nabi Muhammad tersebut untuk disampaikan kepada umat manusia agar dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk, Untuk dapat memahami Al-Qur'an dengan benar sebagai pedoman dan petunjuk tidak hanya cukup dengan memiliki disiplin ilmu yang terkait dengan al-Qur'an. Tetapi membutuhkan suatu metode atau pendekatan yang tepat agar bisa sampai kepada pemahaman yang mengarah kepada sesuatu yang seharusnya di kehendaki oleh Allah, meskipun tidak ada yang bisa memastikan apa yang didapatkannya merupakan pemahaman yang paling tepat sesuai yang di kehendak oleh Allah SWT.
Para pembaca yang mulia –semoga Allah subhanahu wata’ala membuka segala pintu kebaikan kepada kita– untuk makalah kali ini kami akan mengulas tafsir surat Al Ashr. Surat ini merupakan surat yang sangat pendek, mesikpun bukan yang terpendek dalam Al-Qur'an. Karena sebagaimana sudah maklum, bahwa yang terpendek adalah surat Al-Kautsar. Surat Al-Ashr, meskipun pendek, akan tetapi sangat dalam makna yang terkandung di dalamnya. Hal-hal yang terkandung di dalamnya sangat komplek. Kekomplekkan tersebut menyangkut kebahagiaan, kesengsaraan, serta kesuksesan dan kegagalan manusia hidup di dunia. Maka, penulis sepakat dengan ungkapan yang menyatakan, "Surat Al-Ashr merupakan filosofis kehidupan."









PEMBAHASAN
Tafsir Surat Al-Ashr
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
Artinya: demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Kosa kata;
Kata ( ) al Ashr terambil dari kata ‘ashara-ya’shiru-‘ashran, berarti memerah, memeras, atau menekan, yakni menekan sesuatu sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam daripadanya tampak ke permukaan atau keluar. Angin yang tekanannya sedemikian keras sehingga memorakporandakan segala sesuatu dinamai I’shar/waktu. Tatkala perjalanan matahari telah melampaui pertengahan dan telah menuju kepada terbenamnya dinamai ‘ashr/asar. Penamaan ini agaknya disebabkan ketika itu manusia yang sejak pagi telah memeras tenaganya diharapkan telah mendapatkan hasil dari usaha-usahanya. Awan yang mengandung butir-butir air yang kemudian berhimpun sehingga karena beratnya ia kemudian mencurahkan hujan dinamai al mu’shirat.
Kata ( (al insan/manusia terambil dari akar kata yang dapat berarti gerak atau dinamisme, lupa, merasa bahagia (senang). Ketiga arti ini menggambarkan sebagian dari sifat serta cirri khas manusia. Ia bergerak bahkan seyogianyamemiliki dinamisme, ia juga memiliki sifat lupa atau seyogianya melupakan kesalahan-kesalahan orang lain serta ia pun merasa bahagia dan senang bila bertemu dengan jenisnya atau seyogianya selalu berusaha member kesenangan dan kebahagiaan kepada diri dan makhluk-makhluk lainnya. Kata al-insan yang mengambil bentuk ma’rifat menunjuk kepada jenis-jenis manusia tanpa kecuali, baik mukmin atau kafir.
Kata ( ) khusr mempunyai banyak arti , antara lain, sesat, celaka, lemah, tipuan, dan sebagainya yang kesemuanya mengarah kepada makna-makna yang negative atau tidak disenamgi oleh siapapun.
Kata ( )’amal/pekerjaan digunakan oleh Al-quran untuk menggambarkan penggunaan daya manusia-daya piker, fisik, kalbu, dan daya hidup yang dilakukan dengan sadar oleh manusia dan jin.
Kata ( ) shalih terambil dari kata ( ) shaluha antonim dari kata fasid/rusak. Dengan demikian, kata shalih diartikan sebagai tiadanya (terhentinya) kerusakan. Kata ini diartikan juga bermanfaat dan sesuai.
Kata ( ) tawashau terambil dari kata washa, washiyatan yang secara umum diartikan sebagai menyuruh secara baik.
Kata ( ) al haqq berarti sesuatu yang mantap, tidak berubah. Apapun yang terjadi, Allah SWT. Adalah puncak dari segala yang haq karena dia tidak mengalami perubahan. Nilai-nilai agama juga haq karena nilai-nilai tersebut harus selalu mantap tidak dapat diubah-ubah. Sesuatu yang tidak dapat berubah, sifatnya pasti, dan sesuatu yang pasti menjadi benar, dari sisi bahwa ia tidak mengalami perubahan.
Dalam surat pendek yang terdiri atas tiga ayat tersebut, tercermin manhaj yang lengkap bagi kehidupan manusia sebagaimana yang dikehendaki islam. Tampaklah rambu-rambu tashawwur imani dengan hakikatnya yang besar dan lengkap dalam bentuk yang sejelas-jelasnya dan secermat-cermatnya.
Surah ini melletakkan dustur islami secara menyeluruh dalam kalimat-kalimat pendek. Juga mengidentifikasi umat islam dengan hakikat dan kativitasnya dalam sebauah ayat, yaitu ayat ketiga dari surah ini. Hal ini adalah sebuah paparan singkat yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh selain Allah.
Hakikat besar yang ditetapkan dalam surah ini secara total adalah bahwa dalam semua rentangan zaman dan perkembangan manusia sepanjang masa, hanya ada satu manhaj yang menguntungkan dan satu jalan yang menyelamatkan, yaitu manhaj yang telah dilukiskan batas- batasnya dan di terangkan rambu-rambu jalannya oleh surah ini. Adapun yang berada di luar dan bertentangan dengannya adalah kesia-siaan dan kerugian.
Manhaj itu adalah iman, amal shaleh, saling menasehati untuk menaati kebenaran dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran.
Tafsir :
Dalam ayat satu, Allah bersumpah dengan masa yang terjadi di dalamnya bermacam-macam kejadian dan pengalaman yang menjadi bukti atas kekuasaan Allah yang mutlak, hikmah-Nya yang tinggi, dan ilmu-Nya yang sangat luas. Perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa itu sendiri, seperti pergantian siang dengan malam yang terus menerus, habisnya umur manusia, dan sebagainya merupakan tanda keagungan Allah. Dalam ayat lain, Allah berfirman :
وَمِنْ ءَايَاتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan.
Apa yang dialami manusia dalam masa itu dari senang dan susah, miskin dan kaya, senggang dan sibuk, suka dan duka, dan lain-lain menunjukkan secara gambling bahwa bagi alam semesta ini ada pencipta dan pengaturnya. semua itu menunjukkan kepada orang-orang yang berakal waras, bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan dan mengaturnya. Seharusnya Allah SWT. Lah yang disembah dan diminta, sehingga dapat menghilangkan segala bentuk kesusahan dan menarik kebaikan. Tetapi, kaum kafir mengaitkan bencana dan berbagai peristiwa kepada masa. Mereka mengatakan bencana ini mersumber dari masa, atau masa itu adalah masa paceklik.
Kemudian, Allah mengajarkan kepada mereka bahwa masa itu adalah salah satu di antara makhluk Allah. Masa itu merupakan wadah yang di dalamnya terjadi berbagai peristiwa baik atau buruk. Jika seseorang tertimpa musibah, maka semua itu karena perbuatannya sendiri, dan masa (zaman) tidak ikut bertanggung jawab.
Waktu adalah modal utama manusia, apabila tidak di isi dengan kegiatan yang positif, ia akan berlalu begitu saja. Ia akan hilang dan ketika itu jangankan keuntungan diperoleh, modalpun telah hilang. Sayyidina Ali ra. Pernah berkata : “ rizki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan lebih dari itu diperoleh esok, tetpi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin dapat diharapkan kembali esok.
Dalam ayat ke dua, Allah mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah sungguh secara keseluruhan berada dalam kerugian bila tidak menggunakan waktu dengan baik atau dipakai untuk melakukan keburukan. Perbuatan buruk manusia merupakan sumber kecelakaan yang menjerumuskannya kedalam kebinasaan. Dosa seseorang terhadap Tuhannya yang member nikmat tidak terkira kepadanya adalah suatu pelanggaran yang tidak ada bandingannya sehingga merugikan dirinya. Jadi, sebagai sumbernya bukanlah masa atau tempat. Ia sendirilah yang menjerumuskan dirinya keda kedalam kehancuran. Dosa seseorang terhadap Yang Maha Menciptakan dan yang Maha menganugrahi kenikmatan dan dapat dirasakan olehnya, adalah perbuatan yang paling berdosa. Kerugian seakan-akan menjadi satu tempat atau wadah, dan manusia berada (diliputi) oleh wadah tersebut. Keterangan tersebut mengandung arti bahwa manusia berada dalam kerugian total, tidak ada satu sisi dari diri dan usahanya yang uput dari kerugian; dan kerugian itu, amat besar lagi beraneka ragam.
Waktu adalah modal utama manusia. Apabila waktu itu tidak diisi dengan kegiatan yang positif, maka ia akan berlalu begitu saja; ia akan hilang. Dan ketika itu jangankan keuntungan diperoleh, modalpun telah hilang.
Kalau demikian, waktu harus dimanfaatkan. Apabila tidak diisi maka kita merugi, bahkan kalaupun diisi tetapi dengan hal-hal yang negative, maka manusiapun diliputi oleh kerugian.
Disinilah terlihat kaitan antara ayat pertama dan kedua, dan dari sini pula ditemukan sekian banyak hadis Nabi saw. Yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin.
“ Dua nikmat yang sering dilupakan (disia-siakan) banyak manusia, kesehatan dan waktu.”
Semua manusia diliputi oleh kerugian yang besar dan beraneka ragam. Yang tidak merugi adalah yang dikecualikan oleh ayat ketiga.
Dalam ayat ke tiga, Allah menjelaskan bahwa jika manusia tidak mau hidupnya merugi, maka ia harus beriman kepada-Nya, melaksanakan ibadah sebagaimana yang diperintahkannya, berbuat baik untuk dirinya sendiri, dan berusaha menimbulkan manfaat kepada orang lain.
Di samping beriman dan beramal saleh, mereka harus saling nasihat-menasihati untuk menaati kebenaran dan tetap berlaku sabar, menjahui perbuatan maksiat yang setiap orang cenderung kepadanya, karena dorongan hawa nafsunya. Yakinlah dengan I’tikad yang benar. Bahwa alam semesta ini hanya memiliki satu Tuhan Yang Maha Menciptakan dan yang memberikan ridla kepada orang yang taat, dan murka kepada orang-orang yang berbuat maksiat. Dan yakinlah bahwa di antara keutamaan dan keburukan itu sangat berbeda. Dengan demikian, perbedaan ini dapat dijadikan sebagai pendorong untuk beramal baik atau kebajikan. Jadi, setiap orang itu haruslah bias bermanfaat untuk dirinya dan orang lain, atau kebaikan seseorang hendaknya dapat dirasakan oleh orang lain.
Setiap amal saleh harus memiliki dua sisi. Sisi pertama adalah wujud amal, yang biasanya terlihat di alam nyata. Di sini, orang lain dapat memberikan penilaian sesuai dengan kenyataan yang dilihatnya. Penilaian baik diberikan manakala kenyataan yang dilihatnya itu menghasilkan manfaat dan menolak mudharat. Sisi kedua adalah motif pekerjaan itu. Mengenai sisi ini, hanya Allah SWT. Yang dapat menilainya. Rasulullah saw. Bersabda: “ setiap pekerjaan sesuai dengan niatnya” ( HR Bukhari dan Muslim melalui Umar Ibn Al-Khattab). Dengan demikian, lebih jauh kita dapat berkata bahwa, di sisi Allah, nilai suatu pekerjaan bukan semata-mata dari bentuk lahiriah yang tampak di alam nyata, tetapi yang lebih penting adalah niat peakunya. Karena itu, dapat dimengerti kenapa kalimat amal shalih banyak sekali digandengkan dengan iman inilah yang menentukan arah dan niat seseorang ketika melakukan suatu amal.
Amal saleh merupakan buah alami bagi iman, dan gerakan yang didorong oleh adanya hakikat iman yang mantap di dalam hati. Jadi, iman merupakan hakikat yang aktif dan dinamis. Apabila sudah mantap di dalam hati, maka ia akan berusaha merealisasikan diri di uar dalam bentuk amal saleh. Inilah iman islami, yang tidak mungkin stagnan (mandek) tanpa bergerak, dan tidak mungkin hanya bersembunyi tanpa menampakkan diri dalam bentuk yang hidup di luar diri orang yang beriman. Apabila ia tidak bergerak dengan gerakan yang otomatis ini, maka iman itu palsuatau telah mati. Keadaannya seperti bunga yang tidak dapat menahan bau harumnya. Ia menjadi sumber otomatis. Kalau tidak, berarti ia tidak ada wujudnya. Dari sinilah tampak nilai iman bahwa ia adalah harakah (gerakan), amal, pembangunan, dan pemakmuran yang menuju Allah. Iman bukan sekadar lintasan. Dan bukan sesuatu yang pasif yang tersimpan di dalam hati. Ia juga bukan sekadar niat-niat baik yang tidak terwujud dalam gerakan nyata. Ini adalah karakter islam yang menonjol yang menjadi kekuatan pembangunan yang sangat besar di dalam kehidupan. Di samping itu, tidak seorang manusiapun yang dapat memastikan diterima atau ditolaknya suatu amal karena ia hanya dapat melihat satu sisi dari amal itu, yaitu sisi yang nyata saja. Bukankah Rasulullah saw. Bersabda, bahwa niat baik seseorang memperoleh ganjaran di sisi Allah? Iniah antara lain kandungan arti firman Allah :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

Dan mereka saling berwasiat antar sesama agar berpegang pada kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi, dan kebaikan-kebaikan itu tidak akan lenyap bekas-bekasnya, baik di dunia maupun di akhirat. Hal yang baik ini tersimpulkan di dalam iman kepada Allah, mengikuti ajaran-ajaran Kitab-Nya dan mengikuti petunjuk-petunjuk Rasulullah dalam seluruh tindakan, baik mengenai perjanjian atau perbuatan dan lain sebagainya.
Selain berwasiat menyangkut haq (kebenaran) yang diperintahkan ini mengandung makna bahwa seseorang berkewajiban untuk mendengarkan kebenaran dari oaring lain serta mengajarkannya kepada orang lain. Seseorang belum lagi terbebaskan dari ekrugian bila sekadar beriman, beramal saleh dan emngetahui kebenaran itu untuk dirinya, tetapi ia berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain.
Dari celah-celah lafal tawashi saling menasihati dengan makna, tabiat, dan hakikatnya, tampaklah potret umat yang kompak dan saling bertanggung jawab. Umat pilihan, umat yang baik, umat yang penuh pengertian, dan umat yang bermutu di muka bumi dengan berpegang pada dan menegakkan kebenaran, keadilan dan kebaikan. Ini merupakan gambaran paling tinggi dan paling indah bagi umat pilihan. Demikianlah yang dikehendaki islam terhadap umatnya. Ia menghendaki umat Islam sebagaiumat terbaik, kuat, penuh pengertian, tanggap, sensitive terhadap kebenaran dan kebaikan, dan saling menasehati untuk manaati kebenaran dan menetapi kesabaran, semuanya dilakukan dengan penuh kasih saying, penuh solidaritas, tolong-menolong, dan penuh rasa persaudaraan, yang selalu disiram dengan kata “ tawashi” dalam Al-Quran.
Dan mereka juga saling mewasiatkan antar sesame kepada kesabaran, dan menekan diri untuk tidak berbuat maksiat, yang biasanya disenangi oeh manusia yang nalurinya senang terhadap hal-hal seperti ini. Di samping itu, sabar dalam taat kepada Allah, yang biasanyasangat berat dilaksanakan oleh umat manusia; juga bersabar dalam menghadapi berbagai cobaan Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya. Semuanya itu diterima dengan rela hati, lahir dan batin.
Saling berwasiat untuk bersabar ini akan dapat meningkatkan kekuatan. Karena, dapat membangkitkan kesadaran akan kesamaan tujuan, kesatuan arah, dan saling mendukungnya antara yang satu dan yang lain; dan membekali mereka dengan kecintaan, keteguhan, dan kebersambungan. Juga dengan lain-lain makna jamaah yang hakikat islam tidak dapat hidup kecuali di bawah udaranya, dan tidak akan muncul kecuali dari celah-celahnya. Kalau tidak demikian, maka yang ada hanya kerugian dan kesia-siaan.
Kedua wasiat di atas mengandung makna bahwa kita dituntut, di samping mengembangkan kebenaran dalam diri kita masing-masing, kita juga dituntut mengembangkannya pada diri orang lain. Manusia di samping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial.
Surah ini secara keseluruhan berpesan agar seseorang tidak hanya mengandalkan imannya saja tetapi juga amal salehnya bahkan amal saleh pun bersama iman belum cukup. Amal saleh bukan asal beramal. Amalpun beraneka ragam, kali ini suatu amal dianjurkan, di kali lain mungkin bentuk amal yang sama diwajibkan bahkan mungkin juga sebaliknya justru terlarang. Ilmu adalah revolusi eksternal, sedang iman adalah revolusi internal. Ilmu dan iman keduanya merupakan kekuatan, kekuatan ilmu terpisah sedang kekuatan iman menyatu, keduanya adalah keindahan dan hiasan, ilmu adalah keindahan akal, sedang iman keindahan jiwa. Ilmu hiasan pikiran dan iman hiasan perasaan. Keduanya menghasilkan ketenangan, ketenangan lahir oleh ilmu dan ketenangan batin oleh iman. Ilmu memelihara manusia dari penyakit-penyakit jasmani dan malapetaka duniawi, sedang iman memeliharanya dari penyakit-penyakit ruhani dan komplek-komplek kejiwaan serta mala petaka ukhrawi. Ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan lingkungannya, sedang iman menyesuaikan dengan jati dirinya.















Kesimpulan :
Allah bersumpah dengan masa dengan pengertian bahwa manusia secara keseluruhan dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya tetap berlaku sabar. Oleh sebab itu, manusia perlu selalu menerima nasihat agar tabah, sabar, sambil terus bertahan bahkan meningkatkan iman, amal, dan pengetahuannya. Agar hidup di dunia dengan perasaan bahagia, memperoleh semua yang menjadi cita-citanya, dan kelak di akhirat akan mendapatkan kenikmatan yang menggembirakan untuk selamanya. Semoga Allah menjadikan kita ini di antara orang-orang yang beramal, yaitu orang-orang yang saling berwasiat kepada kebaikan dan kesabaran di antara mereka. Amin.
Daftar Pustaka :
Al-Quran dan Tarjamahnya
Abu Bakar, Bahrun, Tarjamah Tafsir Al Maraghi, Semarang : CV. Thoha Putra Semarang, 1989
Departemen Agama RI, Al Quran Dan Tafsirnya (Edisi Yang di Sempurnakan), Jakarta; Departemen Agama RI, 2008
Syihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, 2009
________________, Tafsir Al-Quran Al-karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Atas Turunnya Wahyu , Bandung : Pustaka Hidayah, 1997
Yasin, As’ad , Tarjamah Tafsir Fi Dzilal Al Qur’an, Jakarta : Gema Insani Press, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar